Skip to main content

PKPO-Elemen Penilaian Akreditasi Rumah Sakit SNARS 2018: Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat

Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) merupakan bagian dari bagian ke 6 (Bab 6) dari Standar yang Berfokus Pada Pasien yang memiliki sebuah sub-sub standar dengan masing-masing elemen penilain yang perlu diperhatikan.

Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit memiliki beberapa bertujuan yang diperlukan untuk:
  • menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi dan alat kesehatan;
  • menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
  • melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety);
  • menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang lebih aman (medication safety);
  • menurunkan angka kesalahan penggunaan obat.
Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan komponen yang penting dalam pengobatan simtomatik, preventif, kuratif, paliatif, dan rehabilitatif terhadap penyakit dan berbagai kondisi, serta mencakup sistem dan proses yang digunakan rumah sakit dalam memberikan farmakoterapi kepada pasien. Pelayanan kefarmasian dilakukan secara multidisiplin dalam koordinasi para staf di rumah sakit.

Rumah sakit menerapkan prinsip rancang proses yang efektif, implementasi dan peningkatan mutu terhadap seleksi, pengadaan, penyimpanan, peresepan atau permintaan obat atau instruksi pengobatan, penyalinan (transcribe), pendistribusian, penyiapan (dispensing), pemberian, pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat.

Praktik penggunaan obat yang tidak aman (unsafe medication practices) dan kesalahan penggunaan obat (medication errors) adalah penyebab utama cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia.

Oleh karena itu, rumah sakit diminta untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, membuat sistem pelayanan kefarmasian, dan penggunaan obat yang lebih aman yang senantiasa berupaya menurunkan kesalahan pemberian obat.



Berikut Standar, maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaian yang menyertainya:

PENGORGANISASIAN

Standar PKPO 1
Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien.

Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan bagian penting dalam pelayanan pasien sehingga organisasinya harus efektif dan efisien, serta bukan hanya tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya. 

Pengaturan pembagian tanggung jawab bergantung pada struktur organisasi dan staffing. Struktur organisasi dan operasional sistem pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit mengacu pada peraturan perundang-undangan.

Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan dan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit.

Untuk memastikan keefektifannya maka rumah sakit melakukan kajian sekurang-kurangnya sekali setahun. Kajian tahunan mengumpulkan semua informasi dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk angka kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya.

Kajian bertujuan membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan sistem berkelanjutan dalam hal mutu, keamanan, manfaat, serta khasiat obat dan alat kesehatan.

Kajian tahunan mengumpulkan semua data, informasi, dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat, termasuk antara lain

1. seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan
  • seleksi dan pengadaan obat;
  • penyimpanan
  • peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan;
  • penyiapan dan penyerahan; dan
  • pemberian obat.
2. pendokumentasian dan pemantauan efek obat;
3. monitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat (medication error) meliputi kejadian tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak cedera. dan upaya mencegah dan menurunkannya;
4. kebutuhan pendidikan dan pelatihan;
5. pertimbangan melakukan kegiatan baru berbasis bukti (evidence based).

Dengan kajian ini rumah sakit dapat memahami kebutuhan dan prioritas peningkatan mutu serta keamanan penggunaan obat. Sumber informasi obat yang tepat harus tersedia di semua unit pelayanan.

Elemen Penilaian PKPO 1
  1. Ada regulasi organisasi yang mengelola pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang menyeluruh atau mengarahkan semua tahapan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat yang aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (R)
  2. Ada bukti seluruh apoteker memiliki izin dan melakukan supervisi sesuai dengan penugasannya. (D,W)
  3. Ada bukti pelaksanaan sekurang-kurangnya satu kajian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang didokumentasikan selama 12 bulan terakhir. (D,W)
  4. Ada bukti sumber informasi obat yang tepat, terkini, dan selalu tersedia bagi semua yang terlibat dalam penggunaan obat. (D,O,W)
  5. Terlaksana pelaporan kesalahan penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (D,W)
  6. Terlaksana tindak lanjut terhadap kesalahan penggunaan obat untuk memperbaiki sistem manajemen dan penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (D,W)


SELEKSI DAN PENGADAAN

Standar PKPO 2
Ada proses seleksi obat dengan benar yang menghasilkan formularium dan digunakan untuk permintaan obat serta instruksi pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa tersedia dalam stok di rumah sakit atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit.

Rumah sakit harus menetapkan formularium obat yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. Formularium ini didasarkan atas misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan. Seleksi obat adalah suatu proses kerja sama yang mempertimbangkan baik kebutuhan dan keselamatan pasien maupun kondisi ekonominya. 

Apabila terjadi kehabisan obat karena keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain yang tidak diantisipasi sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus menginformasikan kepada profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya tentang kekosongan obat tersebut serta saran substitusinya atau mengadakan perjanjian kerjasama dengan pihak luar.

Elemen Penilaian PKPO 2
  1. Ada regulasi organisasi yang menyusun formularium rumah sakit berdasar atas kriteria yang disusun secara kolaboratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan apabila ada obat yang baru ditambahkan dalam formularium maka ada proses untuk memantau bagaimana penggunaan obat tersebut dan bila terjadi efek obat yang tidak diharapkan, efek samping serta medication error. (D,W)
  3. Ada bukti implementasi untuk memantau kepatuhan terhadap formularium baik dari persediaan maupun penggunaanya. (D,W)
  4. Ada bukti pelaksanaan formularium sekurang-kurangnya dikaji setahun sekali berdasar atas informasi tentang keamanan dan efektivitas. (D,W)

Standar PKPO 2.1
Rumah sakit menetapkan proses pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Standar PKPO 2.1.1
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk mendapatkan obat bila sewaktu-waktu obat tidak tersedia.

Rumah sakit menetapkan regulasi dan proses pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ada kalanya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan.

Rumah sakit harus menetapkan regulasi dan proses untuk pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Elemen Penilaian PKPO 2.1
  1. Ada regulasi pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (R)
  2. Ada bukti bahwa manajemen rantai pengadaan (supply chain management) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
  3. Ada bukti pengadaan obat berdasar atas kontrak.
Elemen Penilaian PKPO 2.1.1
  1. Ada regulasi pengadaan bila sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. (R)
  2. Ada bukti pemberitahuan kepada staf medis serta saran substitusinya. (D,W)
  3. Ada bukti bahwa staf memahami dan mematuhi regulasi tersebut. (D, W)

PENYIMPANAN

Standar PKPO 3
Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta aman.

Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai disimpan di tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di instalasi farmasi, atau di satelit atau depo farmasi serta diharuskan memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan.

Elemen Penilaian PKPO 3
  1. Ada regulasi tentang pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, dan aman. (R)
  2. Ada bukti obat dan zat kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang terdiri atas isi/nama obat, tanggal kadaluarsa, dan peringatan khusus. (O,W)
  3. Ada bukti implementasi proses penyimpanan obat yang tepat agar kondisi obat tetap stabil, termasuk obat yang disimpan di luar instalasi farmasi. (D,W)
  4. Ada bukti pelaksanaan dilakukan supervisi secara teratur oleh apoteker untuk memastikan penyimpanan obat dilakukan dengan baik. (D,W)
  5. Ada bukti pelaksanaan obat dilindungi dari kehilangan serta pencurian di semua tempat penyimpanan dan pelayanan. (D,W)
Standar PKPO 3.1
Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, seta obat narkotika dan psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Beberapa macam obat seperti obat radioaktif dan obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko keamanan.

Obat program pemerintah atau obat darurat dimungkinkan ada kesempatan penyalahgunaan atau karena ada kandungan khusus (misalnya nutrisi), memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan dan mengawasi penggunaannya. 

Rumah sakit menetapkan prosedur yang mengatur tentang penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan, dan distribusi macam obat-obat ini.

Elemen Penilaian PKPO 3.1
  1. Ada regulasi pengaturan tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika dan psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (R)
  2. Ada bukti penyimpanan bahan berbahaya yang baik, benar, dan aman sesuai dengan egulasi. (O,W)
  3. Ada bukti penyimpanan obat narkotika serta psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
  4. Ada bukti pelaporan obat narkotika serta psikotropika secara akurat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. (D,W)

Standar PKPO 3.2
Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jika ada pasien emerjensi maka akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi sangat penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan.

Setiap rumah sakit harus membuat rencana lokasi penyimpanan obat emerjensi, contoh troli obat emerjensi yang tersedia di berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di tempat penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. 

Obat emerjensi dapat disimpan di lemari emerjensi, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan kebutuhan di tempat tersebut.

Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk memastikan ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat emerjensi jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau digunakan, bila rusak atau kadaluarsa, selain itu keamanan obat emergensi harus diperhatikan.

Elemen Penilaian PKPO 3.2
  1. Ada regulasi rumah sakit tentang proses larangan menyimpan elektrolit konsentrat di tempat rawat inap kecuali bila dibutuhkan secara klinik dan apabila terpaksa disimpan di area rawat inap harus diatur keamanannya untuk menghindari kesalahan. (lihat juga SKP 3.1). (R)
  2. Ada bukti penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan aman sesuai dengan egulasi. (O,W)
  3. Elektrolit konsentrat diberi label obat yang harus diwaspadai (high alert) sesuai dengan regulasi. (O,W)

Standar PKPO 3.3
Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan penggunaan obat tertentu.

Beberapa macam obat memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan dan mengawasi penggunaannya seperti
  • produk nutrisi;
  • obat dan bahan radioaktif;
  • obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko terhadap keamanan;
  • obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain; 
  • obat yang digunakan untuk penelitian.
Rumah sakit menetapkan prosedur yang mengatur penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan, dan distribusi macam obat-obat ini.

Elemen Penilaian PKPO 3.3
  1. Ada regulasi pengaturan penyimpanan obat dengan ketentuan khusus meliputi butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Ada bukti penyimpanan produk nutrisi yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
  3. Ada bukti penyimpanan obat dan bahan radioaktif yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
  4. Ada bukti penyimpanan obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
  5. Ada bukti penyimpanan obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
  6. Ada bukti penyimpanan obat yang digunakan untuk penelitian yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
Standar PKPO 3.4
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi yang tersimpan di dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman, dan dimonitor.

Jika ada pasien emergensi maka akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi sangat penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan.

Setiap rumah sakit harus membuat rencana lokasi penyimpanan obat emergensi, contoh troli obat emergensi yang tersedia di berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di tempat penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. 

Obat emergensi dapat disimpan di lemari emergensi, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan kebutuhan di tempat tersebut.

Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk memastikan ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat emergensi jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau digunakan, bila rusak, atau kadaluarsa. Selain itu, keamanan obat emergensi harus diperhatikan. 

Elemen Penilaian PKPO 3.4
  1. Ada regulasi pengelolaan obat emergensi yang tersedia di unit-unit layanan agar dapat segera dipakai untuk memenuhi kebutuhan darurat serta upaya pemeliharaan dan pengamanan dari kemungkinan pencurian dan kehilangan. (R)
  2. Ada bukti persediaan obat emergensi lengkap dan siap pakai. (D,O,W) 
  3. Ada bukti pelaksanaan supervisi terhadap penyimpanan obat emergensi dan segera diganti apabila dipakai, kadaluwarsa, atau rusak. (D,O,W)

Standar PKPO 3.5
Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak digunakan karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa.

Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan identifikasi dalam proses penarikan kembali (recall) oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok.

Rumah sakit juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau kadaluwarsa tidak digunakan serta dimusnahkan.

Elemen Penilaian PKPO 3.5
  1. Ada regulasi penarikan kembali (recall) dan pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau kadaluwarsa. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan penarikan kembali (recall) sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. (D,W)
  3. Ada bukti pelaksanaan pemusnahan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. (D,W)

PERESEPAN DAN PENYALINAN

Standar PKPO 4
Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan.

Rumah sakit menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan. Staf medis dilatih untuk peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dengan benar. 

Peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak terbaca, dan tidak lengkap dapat membahayakan pasien serta menunda kegiatan asuhan pasien. Rumah sakit memiliki regulasi peresepan/permintaan obat serta instruksi pengobatan dengan benar, lengkap, dan terbaca tulisannya.

Rumah sakit menetapkan proses rekonsiliasi obat, yaitu proses membandingkan daftar obat yang dipergunakan oleh pasien sebelum dirawat inap dengan peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan yang dibuat pertama kali sejak pasien masuk, saat pemindahan pasien antarunit pelayanan (transfer), dan sebelum pasien pulang.

Elemen Penilaian PKPO 4
  1. Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan secara benar, lengkap, dan terbaca, serta menetapkan staf medis yang kompeten dan berwenang untuk melakukan peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan. (R)
  2. Ada bukti peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan dilaksanakan oleh staf medis yang kompeten serta berwenang. (D,O,W)
  3. Ada bukti pelaksanaan apoteker melakukan rekonsiliasi obat pada saat pasien masuk, pindah unit pelayanan, dan sebelum pulang. (D,W)
  4. Rekam medis memuat riwayat penggunaan obat pasien. (D,O)

Standar PKPO 4.1
Regulasi ditetapkan untuk menentukan pengertian dan syarat kelengkapan resep atau pemesanan.

Untuk menghindari keragaman dan menjaga keselamatan pasien maka rumah sakit menetapkan persyaratan atau elemen penting kelengkapan suatu resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan. 

Persyaratan atau elemen kelengkapan paling sedikit meliputi
  • data identitas pasien secara akurat (dengan stiker);
  • elemen pokok di semua resep atau permintaan obat atau instruksi pengobatan;
  • kapan diharuskan menggunakan nama dagang atau generik;
  • kapan diperlukan penggunaan indikasi seperti pada PRN (pro re nata atau “jika perlu”) atau instruksi pengobatan lain;
  • jenis instruksi pengobatan yang berdasar atas berat badan seperti untuk anak anak, lansia yang rapuh, dan populasi khusus sejenis lainnya;
  • kecepatan pemberian (jika berupa infus);
  • instruksi khusus, sebagai contoh: titrasi, tapering, rentang dosis.
Ditetapkan proses untuk menangani atau mengelola hal-hal di bawah ini:
  • resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca;
  • resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan yang NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) atau LASA (Look Alike Sound Alike);
  • jenis resep khusus, seperti emergensi, cito, berhenti automatis (automatic stop order), tapering, dan lainnya;
  • instruksi pengobatan secara lisan atau melalui telepon wajib dilakukan tulis lengkap, baca ulang, dan meminta konfirmasi. 
Standar ini berlaku untuk resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan di semua unit pelayanan di rumah sakit.

Elemen Penilaian PKPO 4.1
  1. Ada regulasi syarat elemen resep lengkap yang meliputi butir 1 sampai dengan 7 pada maksud dan tujuan serta penetapan dan penerapan langkah langkah untuk pengelolaan peresepan/permintaan obat, instruksi pengobatan yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca agar hal tersebut tidak terulang kembali. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan evaluasi syarat elemen resep lengkap (D,W)
  3. Ada bukti pelaksanaan proses pengelolaan resep yang tidak benar, tidak lengkap, dan tidak terbaca. (D,W)
  4. Ada bukti pelaksanaan proses untuk mengelola resep khusus, seperti darurat, standing order, berhenti automatis (automatic stop order), tapering, dan lainnya. (D,W)


Standar PKPO 4.2
Rumah sakit menetapkan individu yang kompeten yang diberi kewenangan untuk menulis resep/permintaan obat atau instruksi pengobatan.

Untuk memilih dan menentukan obat yang dibutuhkan pasien diperlukan pengetahuan dan pengalaman spesifik.

Rumah sakit bertanggungjawab menentukan staf medis dengan pengalaman cukup dan pengetahuan spesifik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diberi izin membuat/menulis resep atau membuat permintaan obat.

Rumah sakit membatasi penulisan resep meliputi jenis dan jumlah obat oleh staf medis, misalnya resep obat berbahaya, obat kemoterapi, obat radioaktif, dan obat untuk keperluan investigasi. Staf medis yang kompeten dan diberi kewenangan membuat atau menulis resep harus dikenal dan diketahui oleh unit layanan farmasi atau lainnya yang memberikan atau menyalurkan obat.

Dalam situasi darurat maka rumah sakit menentukan tambahan PPA yang diberi izin untuk membuat atau menulis resep atau permintaan obat dan instruksi pengobatan.

Elemen Penilaian PKPO 4.2
  • Ada daftar staf medis yang kompeten dan berwenang membuat atau menulis resep yang tersedia di semua unit pelayanan. (D)
  • Ada bukti pelaksanaan rumah sakit menetapkan dan melaksanakan proses untuk membatasi jika diperlukan jumlah resep atau jumlah pemesanan obat yang dapat dilakukan oleh staf medis yang diberi kewenangan.  (R)
  • Ada bukti staf medis yang kompeten dan berwenang membuat atau menulis resep atau memesan obat dikenal dan diketahui oleh unit layanan farmasi atau oleh lainnya yang menyalurkan obat. (D)


Standar PKPO 4.3
Obat yang diresepkan dan diberikan tercatat di rekam medis pasien.

Rekam medis pasien memuat daftar obat yang diinstruksikan yang memuat identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, nama dan tanda tangan dokter serta keterangan bila perlu tapering off, titrasi, dan rentang dosis.

Pencatatan juga termasuk obat yang diberikan “jika perlu”/prorenata. Pencatatan dibuat di formulir obat yang tersendiri dan dimasukkan ke dalam berkas rekam medis serta disertakan pada waktu pasien pulang dari rumah sakit atau dipindahkan.

Elemen Penilaian PKPO 4.3
  1. Ada bukti pelaksanaan obat yang diberikan dicatat dalam satu daftar di rekam medis untuk setiap pasien berisi: identitas pasien, nama obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, nama dokter dan keterangan bila perlu tapering off, titrasi, dan rentang dosis. (D)
  2. Ada bukti pelaksanaan daftar tersebut di atas disimpan dalam rekam medis pasien dan menyertai pasien ketika pasien dipindahkan. Salinan daftar tersebut diserahkan kepada pasien saat pulang. (D)


PERSIAPAN DAN PENYERAHAN 

Standar PKPO 5
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan aman dan bersih.

Untuk menjamin keamanan, mutu, manfaat, dan khasiat obat yang disiapkan dan diserahkan pada pasien maka rumah sakit diminta menyiapkan dan menyerahkan obat dalam lingkungan yang aman bagi pasien, petugas, dan lingkungan serta untuk mencegah kontaminasi tempat penyiapan obat harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan praktik profesi seperti

a. pencampuran obat kemoterapi harus dilakukan di dalam ruang yang bersih (clean room) yang dilengkapi dengan cytotoxic handling drug safety cabinet dengan petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat perlindung diri yang sesuai;

b. pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta pengemasan kembali obat suntik harus dilakukan dalam ruang yang bersih (clean room) yang dilengkapi dengan laminary airflow cabinet dan petugas sudah terlatih dengan teknik aseptik serta menggunakan alat perlindung diri yang sesuai;

c. staf yang menyiapkan produk steril terlatih dengan prinsip penyiapan obat dan teknik aseptik.

Elemen Penilaian PKPO 5
  1. Ada regulasi penyiapan dan penyerahan obat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan praktik profesi. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan staf yang menyiapkan produk steril dilatih, memahami, serta mempraktikkan prinsip penyiapan obat dan teknik aseptik (D,W)
  3. Ada bukti pelaksanaan pencampuran obat kemoterapi dilakukan sesuai dengan praktik profesi. (O,W)
  4. Ada bukti pencampuran obat intravena, epidural, dan nutrisi parenteral serta pengemasan kembali obat suntik dilakukan sesuai dengan raktik profesi. (O,W)

Standar PKPO 5.1
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur semua resep/permintaan obat dan instruksi pengobatan obat ditelaah ketepatannya.

Manajemen obat yang baik melakukan dua hal untuk dinilai di setiap resep atau setiap ada pesanan obat. Pengkajian resep untuk menilai ketepatan baik administratif, klinis maupun farmasetik obat untuk pasien dan kebutuhan kliniknya pada saat resep dibuat atau obat dipesan.

Pengkajian resep dilakukan oleh apoteker meliputi
  • ketepatan identitas pasien, obat, dosis, frekuensi, aturan minum/makan obat, dan waktu pemberian;
  • duplikasi pengobatan;
  • potensi alergi atau sensitivitas;
  • interaksi antara obat dan obat lain atau dengan makanan;
  • variasi kriteria penggunaan dari rumah sakit;
  • berat badan pasien dan atau informasi fisiologik lainnya;
  • kontra indikasi.
Telaah obat dilakukan terhadap obat yang telah siap dan telaah dilakukan meliputi 5 (lima) informasi, yaitu
  • identitas pasien;
  • ketepatan obat;
  • dosis;
  • rute pemberian; dan
  • waktu pemberian.
Elemen Penilaian PKPO 5.1
  1. Ada regulasi penetapan sistem yang seragam untuk penyiapan dan penyerahan obat. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan proses pengkajian resep yang meliputi butir 1 sampai dengan 7 pada maksud dan tujuan. (D,W)
  3. Setelah persiapan, obat diberi label meliputi identitas pasien, nama obat, dosis atau konsentrasi, cara pemakaian, waktu pemberian, tanggal disiapkan, dan tanggal kadaluarsa. (D,O,W)
  4. Ada bukti pelaksanaan telaah obat meliputi identitas pasien; ketepatan obat; dosis; rute pemberian; dan waktu pemberian.(D,W)
  5. Ada bukti pelaksanaan penyerahan obat dalam bentuk yang siap diberikan. (D,W)
  6. Ada bukti penyerahan obat tepat waktu. (D,O,W)

PEMBERIAN (ADMINISTRATION) OBAT

Standar PKPO 6
Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk memberikan obat.

Pemberian obat untuk pengobatan pasien memerlukan pengetahuan spesifik dan pengalaman. Rumah sakit bertanggung jawab menetapkan staf klinis dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan, memiliki izin, dan sertifikat berdasar atas peraturan perundang-undangan untuk memberikan obat.

Rumah sakit dapat membatasi kewenangan individu dalam melakukan pemberian obat, seperti pemberian obat narkotika dan psikotropika, radioaktif, atau obat penelitian. Dalam keadaan darurat maka rumah sakit dapat menetapkan tambahan staf klinis yang diberi izin memberikan obat.

Elemen Penilaian PKPO 6
  1. Ada penetapan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk memberikan obat termasuk pembatasannya. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat oleh staf klinis yang kompeten dan berwenang sesuai dengan surat izin terkait profesinya dan peraturan perundang-undangan .(D,W)
  3. Ada bukti pelaksanaan pemberian obat dilaksanakan sesuai dengan pembatasan yang ditetapkan, misalnya obat kemoterapi, obat radioaktif, atau obat untuk penelitian. (D,W)

Standar PKPO 6.1
Proses pemberian obat termasuk proses verifikasi apakah obat yang akan diberikan telah sesuai resep/permintaan obat.

Agar obat diserahkan pada orang yang tepat, dosis yang tepat dan waktu yang tepat maka sebelum pemberian obat kepada pasien dilakukan verifikasi kesesuaian obat dengan instruksi pengobatan yang meliputi
  • identitas pasien;
  • nama obat;
  • dosis;
  • rute pemberian; dan
  • waktu pemberian.
Rumah sakit menetapkan ketentuan yang digunakan untuk verifikasi pemberian obat. Jika obat disiapkan dan diserahkan di unit rawat inap pasien maka verifikasi harus juga dilakukan oleh orang yang kompeten

Terhadap obat yang harus diwaspadai (high alert) harus dilakukan double check oleh minimal 2 orang.

Elemen Penilaian PKPO 6.1
  1. Ada regulasi verifikasi sebelum penyerahan obat kepada pasien yang meliputi butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. (R) 
  2. Ada bukti pelaksanaan verifikasi sebelum obat diserahkan kepada pasien. (D,W,S)
  3. Ada bukti pelaksanaan double check untuk obat yang harus diwaspadai (high alert). (D,O,W,S)

Standar PKPO 6.2
Ada regulasi tentang obat yang dibawa oleh pasien ke rumah sakit untuk digunakan sendiri.

Rumah sakit harus mengetahui sumber dan penggunaan obat yang tidak diadakan dari instalasi farmasi rumah sakit seperti obat yang dibawa oleh pasien dan keluarganya. 

Obat semacam ini harus diketahui oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medik. Pemberian obat oleh pasien sendiri, baik yang dibawa sendiri atau yang diresepkan dari rumah sakit harus diketahui oleh dokter yang merawat dan dicatat di rekam medis pasien.

Elemen Penilaian PKPO 6.2
  1. Ada regulasi pengobatan oleh pasien sendiri. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan pengobatan obat oleh pasien sendiri sesuai dengan regulasi. (D,W)
  3. Ada proses monitoring terhadap pengobatan oleh pasien sendiri. (D,W)

PEMANTAUAN (MONITOR)

Standar PKPO 7
Efek obat dan efek samping obat terhadap pasien dipantau.

Standar ini bertujuan agar apabila timbul efek samping obat dapat dilaporkan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) kepada tim farmasi dan terapi yang selanjutnya dilaporkan pada Pusat Meso Nasional. 

Apoteker mengevaluasi efek obat untuk memantau secara ketat respons pasien dengan melakukan pemantauan terapi obat (PTO). 

Apoteker bekerjasama dengan pasien, dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya untuk memantau pasien yang diberi obat. Rumah sakit menetapkan regulasi untuk efek samping obat yang harus dicatat dan dilaporkan.

Elemen Penilaian PKPO 7
  1. Ada regulasi pemantauan efek obat dan efek samping obat serta dicatat dalam status pasien. (R) 
  2.  Ada bukti pelaksanaan pemantauan terapi obat. (D,W)
  3. Ada bukti pemantauan efek samping obat dan pelaporannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (D,W)

Standar PKPO 7.1
Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pelaporan serta tindakan terhadap kesalahan penggunaan obat (medication error) serta upaya menurunkan angkanya.

Rumah sakit menetapkan proses identifikasi dan pelaporan bila terjadi kesalahan penggunaan obat (medication error), kejadian yang tidak diharapkan (KTD) termasuk kejadian sentinel, serta kejadian tidak cedera (KTC) maupun kejadian nyaris cedera (KNC).

Proses pelaporan kesalahan penggunaan obat (medication error) menjadi bagian dari program kendali mutu dan keselamatan pasien rumah sakit. 

Laporan ditujukan kepada tim keselamatan pasien rumah sakit dan laporan ini digunakan untuk mencegah kesalahan di kemudian hari. 

Terdapat tindak lanjut dan pelatihan dalam rangka upaya perbaikan untuk mencegah kesalahan obat agar tidak terjadi di kemudian hari. PPA berpartisipasi dalam pelatihan ini. (lihat juga PMKP 5)

Elemen Penilaian PKPO 7.1
  1. Ada regulasi medication safety yang bertujuan mengarahkan penggunaan obat yang aman dan meminimalisasi kemungkinan terjadi kesalahan penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit mengumpulkan dan memonitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat termasuk kejadian tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris cedera, dan kejadian tidak cedera. (D,W)
  3. Ada bukti instalasi farmasi mengirimkan laporan kesalahan penggunaan obat (medication error) kepada tim keselamatan pasien rumah sakit. (D,W)
  4. Ada bukti tim keselamatan pasien rumah sakit menerima laporan kesalahan penggunaan obat (medication error) dan mencari akar masalah atau investigasi sederhana, solusi dan tindak lanjutnya, serta melaporkan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien. (D,W)
  5. Ada bukti pelaksanaan rumah sakit melakukan upaya mencegah dan menurunkan kesalahan penggunaan obat (medication error). .(D,W)
Akhir Kata__________
Demikian yang menjadi standar-standar dalam Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) beserta maksud, tujaan serta elemen yang menjadi penilaian dalam akreditasi.


Sebelumnya:
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 6 : Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 5 : Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 4 : Asesmen Pasien (AP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 3 : Hak Pasien dan Kelatda (HPK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 2 : Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 1 : Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

Selanjutnya: 
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 8 : Managemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 9 : Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 10 : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi(PPI)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 11 : Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 12 : Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 13 : Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 14 : Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 15 : Program Nasional
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 16 : Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
close