Skip to main content

PAB-Elemen Penilaian Akreditasi Rumah Sakit SNARS 2018: Pelayanan Anestesi dan Bedah

Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB) merupakan bagian dari bagian ke 5 (Bab 5) dari Standar yang Berfokus Pada Pasien yang memiliki sebuah sub-sub standar dengan masing-masing elemen penilain yang perlu diperhatikan.

Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan sebuah  asesmen pasien yang lengkap dan menyeluruh; perencanaan asuhan yang terintegrasi; pemantauan yang terus menerus; transfer ke ruang perawatan berdasar atas kriteria tertentu;rehabilitasi; dan transfer ke ruangan perawatan dan pemulangan.

Anestesi dan sedasi umumnya merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dari sedasi minimal hingga anastesi penuh. Oleh karena respons pasien dapat berubah- ubah sepanjang berlangsungnya rangkaian tersebut maka penggunaan anestesi dan sedasi diatur secara terpadu. Dalam bab ini dibahas anestesi serta sedasi sedang dan dalam yang keadaan ketiganya berpotensi membahayakan refleks protektif pasien terhadap fungsi pernapasan. Dalam bab ini tidak dibahas penggunaan sedasi minimal (anxiolysis) atau penggunaan sedasi untuk penggunaan ventilator.

Karena tindakan bedah juga merupakan tindakan yang berisiko tinggi maka harus direncanakan dan dilaksanakan secara hati-hati. Rencana prosedur operasi dan asuhan pascaoperasi dibuat berdasar atas asesmen dan didokumentasikan.

Standar pelayanan anestesi dan bedah berlaku di area manapun dalam rumah sakit yang menggunakan anestesi, sedasi sedang dan dalam, dan juga pada tempat dilaksanakannya prosedur pembedahan dan tindakan invasif lainnya yang membutuhkan persetujuan tertulis (informed consent) (lihat HPK.6.4). Area ini meliputi ruang operasi rumah sakit, rawat sehari, klinik gigi, klinik rawat jalan, endoskopi, radiologi, gawat darurat, perawatan intensif, dan tempat lainnya.



ORGANISASI DAN MANAJEMEN

Standar PAB 1
Rumah sakit menyediakan pelayanan anestesi (termasuk sedasi sedang dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan pasien dan pelayanan tersebut memenuhi peraturan perundang-undangan serta standar profesi.

Sedasi dan anestesi biasanya diartikan sebagai satu jalur layanan berkesinambungan dari sedasi minimal sampai anestesi dalam. Respons pasien bergerak mengikuti jalur ini dan selama menjalani perjalanan ini pasien menghadapi risiko pada refleks protektif jalan napas pasien. Sedasi dan anestesi adalah proses kompleks sehingga harus diintegrasikan ke dalam rencana asuhan. Sedasi dan anestesi membutuhkan asesmen lengkap dan komprehensif serta monitoring pasien terus menerus.
Rumah sakit mempunyai suatu sistem untuk pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam untuk melayani kebutuhan pasien, kebutuhan pelayanan klinis yang ditawarkan, serta kebutuhan para PPA yang memenuhi peraturan perundang- undangan dan standar profesi.
Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam (termasuk layanan yang diperlukan untuk kegawatdaruratan) tersedia 24 jam.

Elemen Penilaian PAB 1
  1. Rumah sakit menetapkan regulasi pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam yang memenuhi standar profesi serta peraturan perundang- undangan. (R)
  2. Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam yang adekuat, regular, dan nyaman tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, (O,W)
  3. Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam (termasuk layanan yang diperlukan untuk kegawatdaruratan) tersedia 24 jam. (O,W)

Standar PAB 2
Ada staf medis anestesi yang kompeten dan berwenang, bertanggung jawab untuk mengelola pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam.

Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam berada di bawah penanggung jawab pelayanan anestesi yang memenuhi peraturan perundang-undangan.
Tanggung jawab pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam meliputi
a) mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi;
b) melakukan pengawasan administratif;
c) menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan.

Elemen Penilaian PAB 2
  1. Ada regulasi rumah sakit yang mengatur pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam seragam di seluruh rumah sakit  dan berada di bawah tanggung jawab seorang dokter anestesi sesuai dengan peraturan perundangan. (R)
  2. Ada bukti penanggung jawab pelayanan anestesi untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menjaga regulasi seperti butir 1 sampai dengan 4 pada maksud dan tujuan. (DW)
  3. Ada bukti penanggung jawab menjalankan program pengendalian mutu. (DW).
  4. Ada bukti pelaksanaan supervisi dan evaluasi pelaksanaan pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam di seluruh rumah sakit. (D,W)

Standar PAB 2.1
Program mutu dan keselamatan pasien pada pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam dilaksanakan dan didokumentasikan.

Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam merupakan tindakan yang berisiko, oleh karena itu perencanaan dan pelaksanaannya membutuhkan tingkat kehati-hatian dan akurasi tinggi. Berhubungan dengan hal itu maka rumah sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien pada pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam merupakan bagian dari program mutu dan keselamatan pasien, tetapi tidak terbatas pada
a) pelaksanaan asesmen prasedasi dan pra-anestesi;
b) proses monitoring status fisiologis selama anestesi;
c) proses monitoring proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam;
d) evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan dari lokal/regional ke general.

Elemen Penilaian PAB 2.1
  1. Rumah sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam.(R)
  2. Ada bukti monitoring dan evaluasi pelaksanaan asesmen prasedasi dan pra- anestesi. (D,W)
  3. Ada bukti monitoring dan evaluasi proses monitoring status fisiologis selama anestesi. (D,W)
  4. Ada bukti monitoring dan evaluasi proses monitoring serta proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam. (D,W)
  5. Ada bukti monitoring dan evaluasi evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan dari lokal/regional ke general. (D,W)
  6. Ada bukti pelaksanaan program mutu dan keselamatan pasien dalam anestesi, serta sedasi moderat dan dalam yang diintegrasikan dengan program mutu rumah sakit. (D,W)

PELAYANAN SEDASI 
Standar PAB 3
Pemberian sedasi moderat dan dalam dilakukan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.

Prosedur pemberian sedasi moderat dan dalam yang diberikan secara intravena tidak bergantung pada berapa dosisnya.
Prosedur pemberian sedasi dilakukan seragam di tempat pelayanan di dalam rumah sakit termasuk unit di luar kamar operasi oleh karena prosedur pemberian sedasi seperti layaknya anestesi mengandung risiko potensial pada pasien. Pemberian sedasi pada pasien harus dilakukan seragam dan sama di semua tempat di rumah sakit.
Pelayanan sedasi yang seragam meliputi
a) kualifikasi staf yang memberikan sedasi;
b) peralatan medis yang digunakan;
c) bahan yang dipakai; dan
d) cara monitoring di rumah sakit.

Elemen Penilaian PAB 3
  1. Ada regulasi rumah sakit yang menetapkan pemberian sedasi yang seragam di semua tempat di rumah sakit sesuai dengan peraturan perundangan ditetapkan dan dilaksanakan sesuai dengan elemen a) sampai dengan d) seperti yang dinyatakan pada maksud dan tujuan PAB 3. (R)
  2. Ada bukti pelaksanaan sedasi sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. (D,O,W)
  3. Peralatan emergensi tersedia dan dipergunakan sesuai dengan jenis sedasi, usia, dan kondisi pasien. (D,O)
  4. Staf yang terlatih dan berpengalaman dalam memberikan bantuan hidup lanjut (advance) harus selalu tersedia dan siaga selama tindakan sedasi dikerjakan. (D,O,W)

Standar PAB 3.1
Para profesional pemberi asuhan (PPA) kompeten dan berwenang memberikan pelayanan sedasi moderat dan dalam serta melaksanakan monitoring.

Kualifikasi dokter, dokter gigi, atau petugas lain yang bertanggung jawab terhadap pasien yang menerima tindakan sedasi sangat penting.

Pemahaman berbagai cara memberikan sedasi terkait pasien dan jenis tindakan yang diberikan akan menaikkan toleransi pasien terhadap rasa tidak nyaman, rasa sakit, dan atau risiko komplikasi.

Komplikasi terkait pemberian sedasi terutama gangguan jantung dan paru. Sertifikasi dalam bantuan hidup lanjut sangat penting.

Sebagai tambahan, pengetahuan farmakologi zat sedasi yang digunakan termasuk zat reversal mengurangi risiko terjadi kejadian yang tidak diharapkan.
Oleh karena itu, orang yang bertanggung jawab memberikan sedasi harus kompeten dan berwenang dalam hal
1) teknik dan berbagai macam cara sedasi;
2) farmakologi obat sedasi dan penggunaaan zat reversal (antidot);
3) memonitor pasien; dan
4) bertindak jika ada komplikasi.

Petugas lain yang kompeten dapat melakukan pemantauan di bawah supervisi secara terus menerus terhadap parameter fisiologis pasien dan memberi bantuan dalam hal tindakan resusitasi.
Orang yang bertanggung jawab melakukan monitoring harus kompeten dalam
1) monitoring yang diperlukan;
2) bertindak jika ada komplikasi;
3) penggunaan zat reversal (antidot);
4) kriteria pemulihan.

Elemen Penilaian PAB 3.1
  1. Profesional pemberi asuhan (PPA) yang bertanggung jawab memberikan sedasi adalah orang yang kompeten dalam hal teknik dan berbagai macam cara sedasi; farmakologi obat sedasi dan penggunaaan zat reversal (antidot); memonitor pasien; dan bertindak jika ada komplikasi.(R)
  2. Profesional pemberi asuhan (PPA) yang bertanggung jawab melakukan pemantauan selama diberikan sedasi adalah orang yang kompeten dalam hal Monitoring yang perlu dilakukan, betindak jika ada komplikasi, penggunaan zat reversal / antidot,dan kriteria pemulihan) (R)
  3. Kompetensi semua staf yang terlibat dalam sedasi tercatat dalam dokumen kepegawaian.  (D,W)

Standar PAB 3.2
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk tindakan sedasi (moderat dan dalam) baik cara memberikan dan memantau berdasar atas panduan praktik klinis.

Tingkat kedalaman sedasi berlangsung serta berlanjut dari mulai ringan sampai sedasi dalam dan pasien dapat menjalaninya dari satu tingkat ke tingkat yang lain.

Banyak faktor berpengaruh terhadap respons pasien dan hal ini selanjutnya memengaruhi tingkat sedasi pasien. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah obat yang dipakai, cara pemberian obat dan dosis, usia pasien (anak, dewasa, serta lanjut usia), dan riwayat kesehatan pasien. Contoh, ada riwayat kerusakan organ utama kemungkinan obat yang diminum berinteraksi dengan obat sedasi, alergi obat, efek samping obat anestesi, atau sedasi yang lalu.

Jika status fisik pasien berisiko tinggi maka dipertimbangkan pemberian tambahan kebutuhan klinis lainnya dan diberikan tindakan sedasi yang sesuai.Asesmen prasedasi membantu menemukan faktor yang dapat yang berpengaruh pada respons pasien terhadap tindakan sedasi dan juga dapat ditemukan hal penting dari hasil monitor selama dan sesudah sedasi.

Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang melakukan asesmen prasedasi sebagai berikut:
a) mengidentifikasi setiap permasalahan saluran pernapasan yang dapat memengaruhi jenis sedasi;
b) evaluasi pasien terhadap risiko tindakan sedasi;
c) merencanakan jenis sedasi dan tingkat kedalaman sedasi yang diperlukan pasien berdasar atassedasi yang diterapkan;
d) pemberian sedasi secara aman; dan
e) mengevaluasi serta menyimpulkan temuan monitor selama dan sesudah sedasi.

Cakupan dan isi asesmen dibuat berdasar atas Panduan Praktik Klinis dan regulasi yang ditetapkan oleh rumah sakit.

Pasien yang sedang menjalani tindakan sedasi dimonitor tingkat kesadarannya, ventilasi dan status oksigenasi, variabel hemodinamik berdasar atas jenis obat sedasi yang diberikan, jangka waktu sedasi, jenis kelamin, dan kondisi pasien.

Perhatian khusus ditujukan pada kemampuan pasien mempertahankan refleks protektif, jalan napas yang teratur dan lancar, serta respons terhadap stimulasi fisik dan perintah verbal.

Seorang yang kompeten bertanggung jawab melakukan monitoring status fisiologis pasien secara terus menerus dan membantu memberikan bantuan resusitasi sampai pasien pulih dengan selamat.

Setelah tindakan selesai dikerjakan, pasien masih tetap berisiko terhadap komplikasi karena keterlambatan absorsi obat sedasi, terdapat depresi pernapasan, dan kekurangan stimulasi akibat tindakan. Ditetapkan kriteria pemulihan pasien yang siap untuk ditransfer.

Elemen Penilaian PAB 3.2

  1. Dilakukan asesmen prasedasi dan dicatat dalam rekam medis untuk evaluasi risiko dan kelayakan tindakan sedasi bagi pasien sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh rumah sakit. (D,W)
  2. Seorang yang kompeten melakukan pemantauan pasien selama sedasi dan mencatat hasil monitor dalam rekam medis. (D,W)
  3. Kriteria pemulihan digunakan dan didokumentasikan setelah selesai tindakan sedasi. (D,W)


Standar PAB 3.3
Risiko, manfaat, dan alternatif berhubungan dengan tindakan sedasi moderat dan didiskusikan dengan pasien dan keluarga pasien atau dengan mereka yang membuat keputusan yang mewakili pasien.

Rencana tindakan sedasi memuat pendidikan kepada pasien, keluarga pasien, atau mereka yang membuat keputusan mewakili pasien tentang risiko, manfaat, dan alternatif terkait tindakan sedasi. Pembahasan berlangsung sebagai bagian dari proses mendapat persetujuan tindakan kedokteran untuk tindakan sedasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Elemen Penilaian PAB 3.3

  1. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang yang memberikan keputusan dijelaskan tentang risiko, keuntungan, dan alternatif tentang tindakan sedasi. ( D,W)
  2. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang diberi edukasi tentang pemberian analgesi pascatindakan sedasi. (D,W)
  3. Dokter spesialis anestesi melaksanakan edukasi dan mendokumentasikan. (D,W)


ASUHAN PASIEN ANESTESI

Standar PAB 4
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang pada pelayanan anestesi melakukan asesmen pra-anestesi.

Standar PAB.4.1
Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang pada pelayanan anestesi melakukan asesmen prainduksi.

Oleh karena anestesi mengandung risiko tinggi maka pemberiannya harus direncanakan dengan hati-hati. Asesmen pra-anestesi adalah dasar perencanaan ini untuk mengetahui temuan apa pada monitor selama anestesi dan setelah anestesi, dan juga untuk menentukan obat analgesi apa untuk pascaoperasi.

Asesmen pra-anestesi berbasis IAR (Informasi, Analisis, Rencana) juga memberikan informasi yang diperlukan untuk
mengetahui masalah saluran pernapasan;
memilih anestesi dan rencana asuhan anestesi;
memberikan anestesi yang aman berdasar atas asesmen pasien, risiko yang ditemukan, dan jenis tindakan;
menafsirkan temuan pada waktu monitoring selama anestesi dan pemulihan;
memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan pascaoperasi.

Dokter spesialis anestesi melakukan asesmen pra-anestesi. Asesmen pra-anestesi dapat dilakukan sebelum masuk rawat inap atau sebelum dilakukan tindakan bedah atau sesaat menjelang operasi, misalnya pada pasien darurat. Asesmen prainduksi

berbasis IAR, terpisah dari asesmen pra-anestesi, fokus pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk tindakan anestesi, dan berlangsung sesaat sebelum induksi anestesi.

Jika anestesi diberikan secara darurat maka asesmen pra-anestesi dan prainduksi dapat dilakukan berurutan atau simultan, namun dicatat secara terpisah.


Elemen Penilaian PAB 4
1. Asesmen pra-anestesi dilakukan untuk setiap pasien yang akan dioperasi. (lihat juga AP 1). (D,W)
2. Hasil asesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien. (D,W)

Elemen Penilaian PAB 4.1
1. Asesmen prainduksi dilakukan untuk setiap pasien sebelum dilakukan induksi. (D,W)
2. Hasil asesmen didokumentasikan dalam rekam medis pasien. (D,W)


Standar PAB 5
Rencana, tindakan anestesi, dan teknik yang digunakan dicatat serta didokumentasikan di rekam medis pasien.

Tindakan anestesi direncanakan secara saksama dan didokumentasikan dalam rekam medis. Perencanaan mempertimbangkan informasi dari asesmen lainnya (misal dari hasil pemeriksaan, konsul, dll.) dan mengidentifikasi tindakan anestesi yang akan digunakan termasuk metode pemberiannya, pemberian medikasi dan cairan lain, serta prosedur monitorig dalam mengantisipasi pelayanan pasca-anestesi dan didokumentasikan di rekam medis.

Elemen Penilaian PAB 5

  1. Ada regulasi pelayanan anestesi setiap pasien yang direncanakan dan didokumentasikan. (R)
  2. Obat-obat anestesi, dosis, dan rute serta teknik anestesi didokumentasikan di rekam medis pasien. (D,W)
  3. Dokter spesialis anestesi dan perawat yang mendampingi/penata anestesi ditulis dalam form anestesi. (D,W)


Standar PAB 5.1
Risiko, manfaat, dan alternatif tindakan anestesi didiskusikan dengan pasien dan keluarga atau orang yang dapat membuat keputusan mewakili pasien.

Proses perencanaan anestesi mencakup edukasi pasien dan keluarga atau pembuat keputusan atas risiko, manfaat, dan alternatif yang berhubungan dengan perencanaan anestesia dan analgesia pascatindakan operatif. Edukasi ini sebagai bagian dari proses untuk mendapatkan persetujuan anestesi. Dokter spesialis anestesi yang melakukan edukasi tersebut.

Elemen Penilaian PAB 5.1

  1. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang yang memberikan keputusan dijelaskan tentang risiko, keuntungan, dan juga alternatif tindakan anestesi. (D,W)
  2. Pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang diberikan edukasi pemberian analgesi pascatindakan anestesi. (D,W)
  3. Dokter spesialis anestesi melaksanakan proses edukasi dan juga mendokumentasikannya. (R,D)


Standar PAB 6
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menentukan status fisiologis dimonitor selama proses anestesi dan bedah sesuai dengan panduan praktik klinis serta didokumentasikan di dalam form anestesi.

Monitoring fisiologis memberikan informasi terpercaya tentang status pasien selama anestesi berjalan (umum, spinal, regional, lokal) dan pascaoperasi. Hasil monitoring menjadi acuan pengambilan keputusan selama operasi berlangsung atau pasca- operasi, misalnya reoperasi, atau pindah ke tingkat asuhan lainnya, atau lanjut ruang pulih.

Informasi dari monitoring menentukan kebutuhan asuhan medis dan keperawatan serta kebutuhan diagnostik dan pelayanan lainnya. Hasil monitorig dicatat di form anestesi, sedangkan untuk anestesi lokal dapat digunakan form tersendiri.

Metode memonitor ditentukan oleh status pasien pada pra-anestesi, jenis anestesi yang akan dipergunakan, dan kompleksitas operasi atau tindakan lain yang dilaksanakan selama anestesi.
Pelaksanaan monitorpng selama anestesi dan operasi harus dijalankan sesuai dengan panduan praktik klinis. Hasil monitoring dicatat di rekam medik pasien. (lihat juga PAB 4)


Elemen Penilaian PAB 6
1. Ada regulasi jenis dan frekuensi pemantauan selama anestesi dan operasi dilakukan berdasar atas status pasien pra-anestesi, metode anestesi yang dipakai, dan tindakan operasi yang dilakukan. (R)
2. Pemantauan status fisiologis pasien sesuai dengan panduan praktik klinis. (D,W)
3. Hasil monitoring dicatat di form anestesi. (D,W)

Standar PAB 6
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memonitor status pasca-anestesi setiap pasien dan dicatat dalam rekam medis pasien. Pasien dipindahkan dari ruang pemulihan oleh staf yang kompeten dan berwenang atau berdasar atas kriteria baku yang ditetapkan.

Monitoring selama periode anestesi menjadi acuan untuk monitoring pada periode pasca-anestesi.
Pengumpulan data status pasien terus menerus secara sistematik menjadi dasar memindahkan pasien ke ruangan intensif atau ke unit rawat inap. Catatan monitoring menjadi acuan untuk menyelesaikan monitoring di ruang pemulihan atau sebagai acuan untuk pindah dari ruang pemulihan.

Jika pasien dipindahkan langsung dari kamar operasi ke ruang intensif maka monitoring dan pendokumentasian diperlakukan sama dengan monitoring di ruang pulih.

Keluar dari ruang pemulihan pasca-anestesi atau menghentikan monitoring pada periode pemulihan dilakukan dengan mengacu pada salah satu alternatif di bawah ini.
a) Pasien dipindahkan (atau monitoring pemulihan dihentikan) oleh dokter anestesi.
b) Pasien dipindahkan (atau monitoring pemulihan dihentikan) oleh penata anestesi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh rumah sakit dan rekam medis pasien membuktikan bahwa kriteria yang dipakai dipenuhi.
c) Pasien dipindahkan ke unit yang mampu memberikan asuhan pasca-anestesi atau pascasedasi pasien tertentu, seperti ICCU atau ICU.
Waktu tiba di ruang pemulihan dan waktu keluar didokumentasikan dalam form anestesi.

Elemen Penilaian PAB 6.1

  1. Pasien dipindahkan dari ruang pemulihan (atau jika monitoring pemulihan dihentikan). (R)
  2. Waktu masuk ruang pemulihan dan dipindahkan dari ruang pemulihan dicatat dalam form anestesi. (D,O,W)
  3. Pasien dimonitor dalam masa pemulihan pasca-anestesi sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D,O,W)
  4. Hasil monitoring dicatat di form anestesi. (D)


ASUHAN PASIEN BEDAH

Standar PAB 7
Asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas hasil asesmen dan dicatat dalam rekam medis pasien.

Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi maka pelaksanaannya harus direncanakan dengan saksama. Asesmen prabedah (berbasis IAR) menjadi acuan untuk menentukan jenis tindakan bedah yang tepat dan mencatat temuan penting.

Hasil asesmen memberikan informasi tentang

a) tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya;
b) melakukan tindakan dengan aman; dan
c) menyimpulkan temuan selama monitoring.
Pemilihan teknik operasi bergantung pada riwayat pasien, status fisik, data diagnostik, serta manfaat dan risiko tindakan yang dipilih.

Pemilihan tindakan juga mempertimbangkan asesmen waktu pasien masuk dirawat inap, pemeriksaan diagnostik, dan sumber lainnya. Proses asesmen dikerjakan segera pada pasien darurat.

Asuhan untuk pasien bedah dicatat di rekam medis. Untuk pasien yang langsung dilayani oleh dokter bedah, asesmen prabedah menggunakan asesmen awal rawat inap, pada pasien yang diputuskan dilakukan pembedahan dalam proses perawatan.

Asesmen dicatat dalam rekam medis, sedangkan pasien yang dikonsultasikan di tengah perawatan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) lain dan diputuskan operasi maka asesmen prabedah juga dicatat di rekam medis (dengan isi berbasis IAR) sesuai dengan regulasi rumah sakit. Hal ini termasuk diagnosis praoperasi dan pascaoperasi serta nama tindakan operasi.

Elemen Penilaian PAB 7

  1. Ada regulasi asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas informasi dari hasil asesmen. (R)
  2. Diagnosis praoperasi dan rencana operasi dicatat di rekam medik pasien oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebelum operasi dimulai. (D,W)
  3. Hasil asesmen yang digunakan untuk menentukan rencana operasi dicatat oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) di rekam medis pasien sebelum operasi dimulai.

Standar PAB 7.1Risiko, manfaat dan alternatif didiskusikan dengan pasien dan atau keluarga atau pihak lain yang berwenang yang memberikan keputusan.

Pasien, keluarga, dan mereka yang memutuskan menerima cukup penjelasan untuk berpartisipasi dalam keputusan asuhan pasien dan memberikan persetujuan yang dibutuhkan.

Untuk memenuhi kebutuhan pasien maka penjelasan tersebut diberikan secara terintegrasi oleh para profesional pemberi asuhan (PPA) terkait dibantu oleh manajer pelayanan pasien (MPP).

Informasi itu memuat:
a) risiko dari rencana tindakan operasi;
b) manfaat dari rencana tindakan operasi;
c) kemungkinan komplikasi dan dampak;
d) pilihan operasi atau nonoperasi (alternatif) yang tersedia untuk menangani pasien;
e) sebagai tambahan jika dibutuhkan darah atau produk darah, sedangkan risiko dan alternatifnya didiskusikan.

Dokter bedah yang kompeten dan berwenang serta PPA yang terkait memberikan informasi tersebut

Elemen Penilaian PAB 7.1

  1. Pasien, keluarga, dan mereka yang memutuskan diberikan edukasi tentang risiko, manfaat, komplikasi, serta dampak dan alternatif prosedur/teknik terkait dengan rencana operasi. (D,W)
  2. Edukasi memuat kebutuhan, risiko, manfaat, dan alternatif penggunaan darah dan produk darah. (D,W)
  3. Edukasi dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan dicatat pada bagian pemberian informasi dalam form persetujuan tindakan kedokteran. (D,W)


Standar PAB 7.2Informasi yang terkait dengan operasi dicatat dalam laporan operasi dan digunakan untuk menyusun rencana asuhan lanjutan.

Asuhan pasien pascaoperasi bergantung pada temuan dalam operasi. Hal yang terpenting adalah semua tindakan dan hasilnya dicatat di rekam medis pasien.

Laporan ini dapat dibuat dalam bentuk format template atau dalam bentuk laporan operasi tertulis sesuai dengan regulasi rumah sakit.

Untuk mendukung kesinambungan asuhan pasien pascaoperasi maka laporan operasi dicatat segera setelah operasi selesai, sebelum pasien dipindah dari daerah operasi atau dari area pemulihan pasca-anestesi.

Laporan yang tercatat tentang operasi memuat paling sedikit
a) diagnosis pascaoperasi;
b) nama dokter bedah dan asistennya;
c) prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan;
d) ada dan tidak ada komplikasi;
e) spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa;
f) jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat transfusi;
g) nomor pendaftaran alat yang dipasang (implan);
h) tanggal, waktu, dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.

Beberapa catatan mungkin ditempatkan di lembar lain dalam rekam medik. Contoh, jumlah darah yang hilang dan transfusi darah dicatat di catatan anestesi atau catatan tentang implan dapat ditunjukkan dengan “sticker” yang ditempelkan pada rekam medik.

Waktu selesai membuat laporan didefinisikan sebagai “setelah selesai operasi, sebelum pasien dipindah ke tempat asuhan biasa”.

Definisi ini penting untuk memastikan bahwa informasi yang tepat tersedia bagi pemberi asuhan berikutnya.

Jika dokter bedah mendampingi pasien dari ruang operasi ke ruangan asuhan intensif lanjutan (misalnya ICU, ICCU, dsb.) maka laporan operasi dapat dibuat di daerah asuhan lanjutan.

Elemen Penilaian PAB 7.2

  1. Ada regulasi laporan operasi yang meliputi sekurang-kurangnya butir 1 sampai dengan 8 pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Ada bukti laporan operasi memuat paling sedikit butir 1 sampai dengan 8 pada maksud dan tujuan serta dicatat pada form yang ditetapkan rumah sakit tersedia segera setelah operasi selesai dan sebelum pasien dipindah ke area lain untuk asuhan biasa. (D,W)
  3. Laporan operasi dapat dicatat di area asuhan intensif lanjutan. (D,W)


Standar PAB 7.3
Ditetapkan rencana asuhan pascaoperasi dan dicatat dalam rekam medis.

Kebutuhan asuhan medis, keperawatan, dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya sesuai dengan kebutuhan setiap pasien pascaoperasi berbeda bergantung pada tindakan operasi dan riwayat kesehatan pasien.

Beberapa pasien mungkin membutuhkan pelayanan dari profesional pemberi asuhan (PPA) lain atau unit lain seperti rehabilitasi medik atau terapi fisik. Penting membuat rencana asuhan tersebut termasuk tingkat asuhan, metode asuhan, tindak lanjut monitor atau tindak lanjut tindakan, kebutuhan obat, dan asuhan lain atau tindakan serta layanan lain.

Rencana asuhan pascaoperasi dapat dimulai sebelum tindakan operasi berdasarkan asesmen kebutuhan dan kondisi pasien serta jenis operasi yg dilakukan. Rencana asuhan pasca operasi juga memuat kebutuhan pasien yang segera.

Rencana asuhan dicacat di rekam medik pasien dalam waktu 24 jam dan diverifikasi oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan tim klinis untuk memastikan kontuinitas asuhan selama waktu pemulihan dan masa rehabilitasi.

Kebutuhan pascaoperasi dapat berubah sebagai hasil perbaikan klinis atau informasi baru dari asesmen ulang rutin, atau dari perubahan kondisi pasien yang mendadak. Rencana asuhan pasca operasi direvisi berdasar atas perubahan ini dan dicatat di rekam medis pasien sebagai rencana asuhan baru.

Elemen Penilaian PAB 7.3

  1. Ada regulasi rencana asuhan pascaoperasi dibuat oleh dokter penanggung
  2. jawab  pelayanan  (DPJP), perawat, dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya untuk memenuhi kebutuhan segera pasien pascaoperasi. (R)
  3. Ada bukti pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi dicatat di rekam medis pasien dalam waktu 24 jam oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) atau diverifikasi oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) bila ditulis oleh dokter bedah yg didelegasikan. (D,W)
  4. Ada bukti pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi termasuk rencana asuhan medis, keperawatan, dan PPA lainnya berdasar atas kebutuhan pasien. (D,O,W)
  5. Ada bukti pelaksanaan rencana asuhan pascaoperasi diubah berdasar atas asesmen ulang pasien. (D,O,W)


Standar PAB 7.4
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur asuhan pasien operasi yang menggunakan implan dan harus memperhatikan pertimbangan khusus tentang tindakan yang dimodifikasi.

Banyak tindakan bedah menggunakan implan prostetik antara lain panggul, lutut, pacu jantung, dan pompa insulin. Tindakan operasi seperti ini mengharuskan tindakan operasi rutin yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan faktor khusus seperti
a) pemilihan implan berdasar atas peraturan perundangan;
b) modifikasi surgical safety checklist untuk memastikan ketersediaan implan di kamar operasi dan pertimbangan khusus untuk penandaan lokasi operasi;
c) kualifikasi dan pelatihan setiap staf dari luar yang dibutuhkan untuk pemasangan implan (staf dari pabrik atau perusahaan implan untuk mengkalibrasi);
d) proses pelaporan jika ada kejadian yang tidak diharapkan terkait implan;
e) proses pelaporan malfungsi implan sesuai dengan standar/aturan pabrik;
f) pertimbangan pengendalian infeksi yang khusus;
g) instruksi khusus kepada pasien setelah operasi;
h) kemampuan penelusuran (traceability) alat jika terjadi penarikan kembali (recall) alat dengan melakukan antara lain menempelkan barcode alat di rekam medis.

Elemen Penilaian PAB 7.4

  1. Ada regulasi yang meliputi butir a) sampai dengan h) pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Ada daftar alat implan yang digunakan di rumah sakit. (D,W)
  3. Bila implan yang dipasang dilakukan penarikan kembali (recall) ada bukti rumah sakit dapat melakukan telusur terhadap pasien terkait. (D,O,W)
  4. Ada bukti alat implan dimasukkan dalam prioritas monitoring unit terkait. (D,W)

RUANG OPERASI
Standar PAB 8
Desain tata ruang operasi harus memenuhi syarat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Tindakan bedah merupakan tindakan yang berisiko tinggi dan rumit sehingga memerlukan ruang operasi yang mendukung terlaksananya tindakan bedah untuk mengurangi risiko infeksi.
Selain itu, untuk mengurangi risiko infeksi
a) alur masuk barang-barang steril harus terpisah dari alur keluar barang dan pakaian kotor;
b) koridor steril dipisahkan dan tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor;
c) desain tata ruang operasi harus memenuhi ketentuan zona berdasar atas tingkat sterilitas ruangan yang terdiri atas
zona steril rendah;
zona steril sedang;
zona steril tinggi; dan
zona steril sangat tinggi.
Selain itu, desain tata ruang operasi harus memperhatikan risiko keselamatan dan keamanan.

Elemen Penilaian PAB 8

  1. Rumah sakit menetapkan jenis pelayanan bedah yang dapat dilaksanakan. (R)
  2. Kamar operasi memenuhi persyaratan tentang pengaturan zona berdasar atas tingkat sterilitas ruangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (O,W)
  3. Kamar operasi memenuhi persyaratan alur masuk barang-barang steril harus terpisah dari alur keluar barang dan pakaian kotor. (O,W)
  4. Kamar operasi memenuhi persyaratan koridor steril dipisahkan/tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor. (O,W)


Standar PAB 8.1
Program mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan bedah dilaksanakan dan didokumentasikan.

Pelayanan bedah merupakan tindakan berisiko, oleh karena itu perencanaan dan pelaksanaannya membutuhkan tingkat kehati-hatian dan akurasi tinggi. Sehubungan dengan hal itu rumah sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien yang meliputi
a) pelaksanaan asesmen prabedah;
b) penandaan lokasi operasi;
c) pelaksanaan surgical safety check List (lihat juga SKP 4);
d) pemantauan diskrepansi diagnosis pre dan posoperasi.

Elemen Penilaian PAB 8.1
  1. Rumah sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan bedah. (R)
  2. Ada bukti monitoring dan evaluasi pelaksanaan asesmen prabedah. (D,W)
  3. Ada bukti monitoring dan evaluasi pelaksanaan penandaan lokasi operasi. (D,W)
  4. Ada bukti monitoring dan evaluasi pelaksanaan surgical safety check List; (D.W)
  5. Ada bukti monitoring dan evaluasi pemantauan diskrepansi diagnosis pre dan posoperasi. (D,W)
  6. Program mutu pelayanan bedah diintegrasikan dengan program mutu rumah sakit (lihat PMKP 2.1 ). (D,W)
Akhir Kata__________
Demikian yang menjadi standar-standar dalam Pelayanan Anstesi dan Bedah (PAB) beserta maksud, tujuan serta elemen yang menjadi penilaian dalam akreditasi.


Sebelumnya:
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 5 : Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 4 : Asesmen Pasien (AP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 3 : Hak Pasien dan Kelatda (HPK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 2 : Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 1 : Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

Selanjutnya: 
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 7 :  Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 8 : Managemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 9 : Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 10 : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi(PPI)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 11 : Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 12 : Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 13 : Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 14 : Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 15 : Program Nasional
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 16 : Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
close