Skip to main content

MFK-Elemen Penilaian Akreditasi Rumah Sakit SNARS 2018 : Manajemen Fasilitas dan Keselamatan

Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)  merupakan bagian ketiga  (BAB4) dari bagian Standar Managemen Rumah Sakit pada SNARS Edisi 1 yang berlaku mulai 1 Januari 2018

Rumah sakit dalam kegiatannya harus menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi, dan suportif bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan tersebut fasilitas fisik, peralatan medis, dan peralatan lainnya harus dikelola secara efektif. 

Secara khusus, manajemen harus berupaya keras
  1. mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;
  2. mencegah kecelakaan dan cidera; dan
  3. memelihara kondisi aman.
Manajemen yang efektif melibatkan multidisiplin dalam perencanaan, pendidikan, dan pemantauan.
  • Pimpinan merencanakan ruangan, peralatan, dan sumber daya yang dibutuhkan yang aman dan efektif untuk menunjang pelayanan klinis yang diberikan.
  • Seluruh staf dididik tentang fasilitas, cara mengurangi risiko, serta bagaimana memonitor dan melaporkan situasi yang dapat menimbulkan risiko.
  • Kriteria kinerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.

Rumah sakit agar menyusun program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang mencakup enam bidang.

1. Keselamatan dan Keamanan
  • Keselamatan adalah keadaan tertentu karena gedung, lantai, halaman, dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf, dan pengunjung.
  • Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau penggunaan akses oleh mereka yang tidak berwenang.

2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya meliputi penanganan, penyimpanan, dan penggunaan bahan radioaktif serta bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.

3. Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi risiko kemungkinan terjadi bencana diidentifikasi, juga respons bila tejadi wabah, serta bencana dan keadaan emergensi direncanakan dengan efektif termasuk evaluasi lingkungan pasien secara terintegrasi.

4. Sistem Proteksi Kebakaran meliputi properti dan penghuninya dilindungi dari kebakaran dan asap.

5. Peralatan Medis meliputi peralatan dipilih, dipelihara, dan digunakan sedemikian rupa untuk mengurangi risiko.

6. Sistem Penunjang meliputi listrik, air, dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian.

Bila di rumah sakit ada tenant/penyewa lahan (seperti sebuah restauran, kantin, café, dan toko souvenir) maka rumah sakit memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa tenant/penyewa lahan tersebut mematuhi program manajemen dan keselamatan fasilitas sebagai berikut:
a. program keselamatan dan keamanan;
b. program penanganan B3 dan limbahnya;
c. program manajemen penanggulangan bencana;
d. program proteksi kebakaran.

Peraturan perundang-undangan dan pemeriksaan/inspeksi oleh yang berwenang di daerah banyak menentukan bagaimana fasilitas dirancang, digunakan, dan dipelihara.

Seluruh rumah sakit tanpa memperdulikan ukuran dan sumber daya yang dimiliki harus mematuhi ketentuan yang berlaku sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap pasien, keluarga, staf, dan para pengunjung.

Rumah sakit harus mematuhi peraturan perundang-undangan termasuk mengenai bangunan dan proteksi kebakaran.

Rumah sakit memahami fasilitas fisik yang dimiliki dan secara proaktif mengumpulkan data serta membuat strategi untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keamanan lingkungan pasien.



Berikut Standar, maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaian yang menyertainya:

KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN

Standar MFK1
Rumah sakit mematuhi peraturan dan perundang-undangan tentang bangunan, perlindungan kebakaran, dan persyaratan pemeriksaan fasilitas.

Di tingkat nasional, pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan perundang- undangan serta pedoman-pedoman tentang persyaratan bangunan secara umum dan secara khusus untuk bangunan rumah sakit.

Persyaratan tersebut antara lain termasuk sistem kelistrikan dan sistem keamanan kebakaran, serta sistem gas medis sentral. Selain di tingkat nasional, pemerintah provinsi/kabupaten/kota ada juga yang mengeluarkan peraturan daerah mengatur persyaratan bangunan secara umum dan sistem pengamanan kebakaran.

Semua rumah sakit tanpa memperhatikan kelas rumah sakit dan sumber daya wajib mematuhi peraturan perundang-undangan tersebut, yaitu menyediakan bangunan dan fasilitas yang aman sebagai tanggung jawab kepada pasien, keluarga, pengunjung, dan staf/pegawai rumah sakit.

Pimpinan dan para Direktur rumah sakit bertanggung jawab untuk
  • memahami peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku bagi fasilitas rumah sakit baik yang merupakan regulasi di tingkat nasional maupun tingkat daerah;
  • menerapkan persyaratan yang berlaku termasuk mempunyai izin dan atau sertifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
Izin-izin tersebut antara lain di bawah ini:
a) izin mendirikan bangunan;
b) izin operasional rumah sakit yang masih berlaku;
c) sertifikat laik fungsi (SLF) bila pemerintah daerah di lokasi rumah sakit telah menerapkan ketentuan ini;
d) instalasi pengelolaan air limbah (IPAL);
e) izin genset;
f) izin radiologi;
g) sertifikat sistem pengamanan/pemadaman kebakaran;
h) sistem kelistrikan;
i) izin insenerator (bila ada);
j) izin tempat pembuangan sementara bahan berbahaya dan beracun (TPS B-3);
k) Izin lift (bila ada);
l) Izin instalasi petir;
m) Izin lingkungan.
  • merencanakan dan membuat anggaran untuk peningkatan atau penggantian yang diperlukan berdasar atas hasil pemeriksaan fasilitas atau untuk memenuhi persyaratan yang berlaku serta menunjukkan pelaksanaan rencana tersebut.
Bila rumah sakit dianggap tidak memenuhi syarat maka direktur rumah sakit yang bertanggung jawab merencanakan dan memenuhi persyaratan tersebut dalam kurun waktu yang ditentukan.

Elemen Penilaian MFK 1
  1. Direktur rumah sakit dan mereka yang bertanggung jawab terhadap manajemen fasilitas di rumah sakit seharusnya mempunyai dan memahami peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku untuk bangunan dan fasilitas rumah sakit. (D,W)
  2. Direktur rumah sakit menerapkan persyaratan yang berlaku dan peraturan perundang-undangan. (D,W)
  3. Rumah sakit mempunyai izin-izin sebagaimana diuraikan butir a. sampai dengan m. pada maksud dan tujuan sesuai dengan fasilitas yang ada di rumah sakit serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (D,W)
  4. Direktur rumah sakit memastikan rumah sakit memenuhi kondisi seperti hasil pemeriksaan fasilitas atau catatan pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas setempat di luar rumah sakit. (D,W)

Standar MFK 2
Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang menggambarkan proses pengelolaan risiko yang dapat terjadi pada pasien, keluarga, pengunjung, dan staf.

Program manajemen risiko diperlukan untuk mengelola risiko-risiko di lingkungan pelayanan pasien dan tempat kerja staf.

Rumah sakit menyusun satu program induk atau beberapa program terpisah yang meliputi sebagai berikut:
1. Keselamatan dan Keamanan
- Keselamatan–sejauh mana bangunan, area, dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf, atau pengunjung
- Keamanan–perlindungan terhadap kerugian, kerusakan, gangguan atau akses, atau penggunaan oleh pihak yang tidak berwenang.

2. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbahnya–penanganan, penyimpanan, penggunaan bahan radioaktif dan lainnya dikendalikan, serta limbah berbahaya ditangani secara aman.
3. Penanggulangan Bencana (emergensi)–respons pada wabah, bencana, dan keadaan darurat direncanakan dan berjalan efektif.
4. Proteksi Kebakaran (Fire Safety)–297 property dan para penghuni dilindungi dari bahaya kebakaran dan asap.
5. Peralatan medis–pemilihan, pemeliharaan, dan penggunaan teknologi dengan cara yang aman untuk mengurangi risiko.
6. Sistem penunjang (utilitas)–pemeliharaan sistem listrik, air, dan sistem penunjang lainnya dengan tujuan mengurangi risiko kegagalan operasional.

Program manajemen risiko di atas harus tertulis dan selalu diperbarui sehingga mencerminkan kondisi lingkungan rumah sakit yang terkini. Terdapat proses untuk meninjau dan memperbarui program tersebut.

Apabila di dalam rumah sakit terdapat tenant/penyewa lahan yang tidak terkait dengan pelayanan rumah sakit dan berada di dalam fasilitas pelayanan pasien yang akan disurvei (misalnya rumah makan, kantin, kafe, toko roti, toko souvenir, atau toko lainnya) maka rumah sakit memiliki kewajiban dan memastikan bahwa tenant/penyewa lahan tersebut mematuhi program Manajemen Fasilitas dan Keselamatan.

Dalam menerapkan program manajemen risiko di atas maka rumah sakit perlu mempunyai regulasi sebagai berikut:
1) regulasi peninjauan dan pembaharuan program-program tersebut bila terjadi perubahan lingkungan rumah sakit atau sekurang-kurangnya setahun sekali;
2) regulasi bahwa tenant/penyewa lahan tersebut wajib mematuhi semua aspek program manajemen fasilitas yang teridentifikasi dalam maksud dan tujuan butir 1 sampai 4 tersebut di atas.

Elemen Penilaian MFK 2
  1. Ada program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang dapat terjadi pada pasien, keluarga, staf, dan pengunjung secara tertulis meliputi risiko yang ada pada butir 1 sampai 6 pada maksud dan tujuan. Hal ini merupakan satu program induk atau beberapa program terpisah serta ada regulasi untuk menerapkan program manajemen meliputi butir 1 dan 2 pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Program tersebut masih berlaku dan sudah diterapkan sepenuhnya. (D,W)
  3. Ada bukti peninjauan dan pembaharuan program-program tersebut bila terjadi perubahan dalam lingkungan rumah sakit atau sekurang-kurangnya setiap tahun. (D,W)
  4. Ada bukti bahwa tenant/penyewa lahan di dalam lingkungan rumah sakit sudah mematuhi semua aspek program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang teridentifikasi dalam butir 1 sampai 4 pada uraian di atas. (D,W)

Standar MFK 3
Ada individu atau bentuk organisasi kompeten yang ditugasi melakukan pengawasan terhadap perencanaan serta pelaksanaan program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan.

Rumah sakit berkewajiban menyediakan fasilitas yang aman, fungsional, dan fasilitas pendukung untuk pasien, keluarga, staf, dan pengunjung.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka fasilitas fisik, peralatan, medis, dan sumber daya lainnya harus dikelola secara efektif.

Secara khusus, pihak manajemen rumah sakit harus berupaya
1. mengurangi dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko;
2. menghindari kecelakaan dan cedera;
3. memelihara kondisi yang aman.

Manajemen yang efektif mencakup perencanaan multidisiplin, edukasi, dan pemantauan sebagai berikut:
1. direktur rumah sakit merencanakan kebutuhan ruangan, teknologi, peralatan medis, dan sumber daya lainnya untuk mendukung pelayanan klinis yang efektif dan aman;
2. seluruh staf diberikan edukasi mengenai fasilitas, cara mengurangi risiko, serta cara memantau dan melaporkan situasi yang berisiko dan insiden cedera;
3. untuk mengevaluasi sistem-sistem yang penting dan mengidentifikasi perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan maka rumah sakit dapat menetapkan kriteria atau indikator kinerja.

Rumah sakit perlu menyusun program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang membahas pengelolaan risiko fasilitas serta lingkungan melalui penyusunan rencana manajemen fasilitas dan penyediaan ruangan, teknologi, peralatan medis, sumber daya, serta melakukan pengawasan terhadap perencanan/pelaksanakan program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan tersebut.

Oleh karena itu, direktur rumah sakit perlu menetapkan organisasi/satu orang atau lebih dengan tugas melakukan pengawasan perencanaan dan pelaksanaan proses untuk mengelola risiko terhadap fasilitas dan lingkungan tersebut secara berkesinambungan.

Pengawasan yang dilakukan organisasi/satu orang atau lebih tersebut meliputi
a) mengawasi semua aspek program manajemen risiko seperti pengembangan rencana dan memberikan rekomendasi untuk ruangan, peralatan medis, teknologi, dan sumber daya;
b) mengawasi pelaksanaan program secara konsisten dan berkesinambungan;
c) melakukan edukasi staf;
d) mengawasi pelaksanaan pengujian/testing dan pemantauan program;
e) secara berkala menilai ulang dan merevisi program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan;
f) menyerahkan laporan tahunan kepada direktur rumah sakit;
g) mengorganisasi dan mengelola laporan kejadian/insiden, melakukan analisis, dan upaya perbaikan.

Dalam rangka pengawasan, rumah sakit agar mengembangkan sistem pelaporan insiden/kejadian/kecelakaan yang terjadi di rumah sakit akibat fasilitas dan lingkungan yang tidak aman. Individu atau organisasi yang ditunjuk mengawasi program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan agar mendorong pelaporan insiden, melakukan analisis, dan rencana perbaikan.

Elemen Penilaian MFK 3
  1. Ada program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang dapat terjadi pada pasien, keluarga, sta, dan pengunjung tertulis meliputi risiko yang ada butir 1 sampai dengan 6 pada maksud dan tujuan yang merupakan satu program induk atau beberapa program terpisah serta ada regulasi untuk menerapkan program manajemen meliputi butir 1 dan 2 pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Program tersebut masih berlaku dan sudah diterapkan sepenuhnya. (D,W)
  3. Ada bukti peninjauan dan pembaharuan program-program tersebut bila terjadi perubahan dalam lingkungan rumah sakit atau sekurang-kurangnya setiap tahun. (D,W)
  4. Ada bukti tenant/penyewa lahan di dalam lingkungan rumah sakit sudah mematuhi semua aspek program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang teridentifikasi dalam butir 1 sampai 4 pada maksud dan tujuan. (D,W)

KESELAMATAN DAN KEAMANAN

Standar MFK 4
Rumah sakit mempunyai program pengelolaan keselamatan dan keamanan melalui penyediaan fasilitas fisik dan menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien, keluarga, pengunjung, dan staf.

Keselamatan dan keamanan mempunyai arti yang berbeda walaupun masih ada yang menganggap sama. Keselamatan dalam standar ini adalah memberi jaminan bahwa gedung, properti, teknologi medik dan informasi, peralatan, serta sistem tidak berpotensi mendatangkan risiko terhadap pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. 

Keamanan mempunyai arti melindungi property milik rumah sakit, pasien, staf, keluarga, dan pengunjung dari bahaya kehilangan, kerusakan, atau pengrusakan oleh orang yang tidak berwenang.

Rumah sakit perlu mempunyai program pengelolaan keselamatan keamanan yang kegiatannya meliputi
a) melakukan asesmen risiko secara komprehensif dan proaktif untuk mengidentifikasi bangunan, ruangan/area, peralatan, perabotan, dan fasilitas lainnya yang berpotensi menimbulkan cedera. Sebagai contoh, risiko keselamatan yang dapat menimbulkan cedera atau bahaya termasuk di antaranya perabotan yang tajam dan rusak, kaca jendela yang pecah, kebocoran air di atap,serta lokasi tidak ada jalan keluar saat terjadi kebakaran. Karena itu, rumah sakit perlu melakukan pemeriksaan fasilitas secara berkala dan terdokumentasi agar rumah sakit dapat melakukan perbaikan dan menyediakan anggaran untuk mengadakan pergantian atau “upgrading”;

b) melakukan asesmen risiko prakontruksi (pra construction risk assessmen/PCRA) setiap ada kontruksi, renovasi, atau penghancuran bangunan/demolish;

c) merencanakan dan melakukan pencegahan dengan menyediakan fasilitas pendukung yang aman dengan tujuan mencegah kecelakaan dan cedera, mengurangi bahaya dan risiko, serta mempertahankan kondisi aman bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung;

d) menciptakan lingkungan yang aman dengan memberikan identitas (badge nama sementara atau tetap) pada pasien, staf, pekerja kontrak, tenant/penyewa lahan, keluarga (penunggu pasien), atau pengunjung (pengunjung di luar jam besuk dan tamu rumah sakit) sesuai dengan regulasi rumah sakit;

e) melindungi dari kejahatan perorangan, kehilangan, kerusakan, atau pengrusakan barang milik pribadi;

f) melakukan monitoring pada daerah terbatas seperti ruang bayi dan kamar operasi serta daerah yang berisiko lainnya seperti ruang anak, lanjut usia, dan kelompok pasien rentan yang tidak dapat melindungi diri sendiri atau memberi tanda minta bantuan bila terjadi bahaya.

Monitoring dapat dilakukan dengan memasang kamera sistem CCTV yang dapat dipantau di ruang sekuriti. Namun, harus diingat pemasangan kamera CCTV tidak diperbolehkan di ruang pasien dan tetap harus memperhatikan hak privasi pasien.

Pengecualian untuk pasien jiwa yang gaduh gelisah maka pemasangan dapat di kamar pasien, tetapi hanya dipantau di nurse station tidak di security. Monitoring melalui pemasangan kamera CCTV juga diperlukan untuk daerah terpencil atau terisolasi, area parking, dan area lainnya yang sering terjadi kehilangan di rumah sakit.

Elemen Penilaian MFK 4
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi termasuk program pengelolaan keselamatan dan keamanan yang meliputi butir 1 sampai dengan 6 pada uraian diatas. (R)
  2. Ada unit kerja yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keselamatan dan keamanan. (D,W)
  3. Rumah sakit telah melakukan identifikasi area-area yang berisiko mempunyai risk register (daftar risiko) yang berhubungan dengan keselamatan dan keamanan fasilitas. (D,W)
  4. Regulasi pemberian identitas pada penunggu pasien, pengunjung (termasuk tamu), staf rumah sakit, pegawai kontrak, dan semua orang yang bekerja di rumah sakit sudah dimplementasikan. (D,O,W)
  5. Rumah sakit telah melakukan pemeriksaan fasilitas secara berkala, membuat rencana perbaikan, dan telah melaksanakan perbaikan. (D,O,W)
  6. Rumah sakit telah memasang monitoring pada area yang berisiko keselamatan dan keamanan. (O,W)
  7. Rumah sakit telah menyediakan fasilitas yang aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (O,W)

Standar MFK 4.1
Rumah sakit melakukan asesmen risiko prakontruksi (PCRA) pada waktu merencanakan pembangunan/kontruksi, pembongkaran, atau renovasi.

Kontruksi/pembangunan baru di sebuah rumah sakit akan berdampak pada setiap orang di rumah sakit dan pasien dengan kerentanan tubuhnya dapat menderita dampak terbesar.

Kebisingan dan getaran yang terkait dengan kontruksi dapat memengaruhi tingkat kenyamanan pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula terganggu. Debu konstruksi dan bau dapat mengubah kualitas udara yang dapat menimbulkan ancaman khususnya bagi pasien dengan ganggungan pernapasan.

Karena itu, rumah sakit perlu melakukan asesmen risiko setiap ada kegiatan kontruksi, renovasi, maupun demolisi/pembongkaran bangunan.

Asesmen risiko harus sudah dilakukan pada waktu perencanan atau sebelum pekerjaan kontruksi, renovasi, dan demolisi dilakukan sehingga pada waktu pelaksanaan sudah ada upaya pengurangan risiko terhadap dampak kontruksi, renovasi, dan demolis tersebut.

Dalam rangka melakukan asesmen risiko yang terkait dengan proyek konstruksi baru, rumah sakit perlu melibatkan semua unit/instalasi pelayanan klinis yang terkena dampak dari kontruksi baru tersebut, konsultan perencana, atau manajer desain proyek,

Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K-3 RS), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), Bagian Rumah Tangga/Bagian Umum, Bagian Teknologi Informasi, Bagian Sarana Prasarana/IPSRS, dan unit atau bagian lainnya yang diperlukan.

Risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor, pekerja kontrak, dan entitas di luar pelayanan akan bervariasi bergantung pada sejauh mana kegiatan konstruksi serta dampaknya terhadap infrastruktur dan utilitas. Sebagai tambahan, kedekatan pembangunan ke area pelayanan pasien akan berdampak pada meningkatnya tingkat risiko.

Misalnya, jika konstruksi melibatkan gedung baru yang terletak terpisah dari bangunan yang menyediakan pelayanan saat ini maka risiko untuk pasien dan pengunjung cenderung akan menjadi minimal.

Risiko dievaluasi dengan melakukan asesmen risiko prakonstruksi, juga dikenal sebagai PCRA (Pra-Contruction Risk Assessment). Asesmen risiko prakonstruksi secara komprehensif dan proaktif digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan dampak kontruksi, renovasi, atau penghancuran (demolish) sehingga pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamanannya.

Asesmen risiko prakonstruksi (PCRA) meliputi area-area sebagai berikut:
1. kualitas udara;
2. pengendalian infeksi (ICRA);
3. utilitas;
4. kebisingan;
5. getaran;
6. bahan berbahaya;
7. layanan darurat, seperti respons terhadap kode; dan
8. bahaya lain yang memengaruhi perawatan, pengobatan, dan layanan.

Selain itu, rumah sakit bersama dengan manajemen konstruksi (MK) memastikan bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakkan, dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari penilaian risiko maka risiko pasien infeksi dari konstruksi dievaluasi melalui infeksi penilaian risiko kontrol yang dikenal sebagai ICRA (Infection Control Risk Assessment).

Dalam menyusun PCRA maka individu atau organisasi yang ditunjuk melakukan pengawasan dan penerapan manajemen risiko fasilitas yang ada di MFK 3 agar melakukan koordinasi dengan organisasi PPI karena PCRA dengan ICRA merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Elemen Penilaian MFK 4.1
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi yang mengatur asesmen risiko prakonstruksi (PCRA). (R)
  2. Rumah sakit melakukan asesmen risiko prakontruksi (PCRA) bila ada rencana kontruksi, renovasi, atau demolis/pembongkaran yang meliputi butir 1 sampai dengan 8 pada maksud dan tujuan. (D,W)
  3. Rumah sakit mengambil tindakan berdasar atas hasil asesmen risiko untuk meminimalkan risiko selama pembongkaran, konstruksi, dan renovasi. (D,O,W)
  4. Rumah sakit memastikan bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakkan, dan didokumentasikan. (lihat juga MFK 3). (D,O,W)

Standar MFK 4.2
Rumah sakit merencanakan dan menyediakan anggaran untuk perbaikan sistem- sistem penting bangunan atau komponen-komponen lainnya berdasar atas hasil pemeriksaan fasilitas dan peraturan perundang-undangan serta anggaran untuk mengurangi risiko sebagai dampak dari renovasi, kontruksi, dan penghancuran/demolis bangunan.

Rumah sakit wajib mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berhubungan dengan keamanan fasilitas dan keselamatan lingkungan. Sistem-sistem utama/penting, bangunan, atau komponen-komponen lainnya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, karena itu harus dilakukan pemeriksaan fasilitas secara berkala serta dilakukan perbaikan dan atau penggantian bila ada kerusakan.

Di sisi lain, otoritas setempat juga melakukan pemeriksaan secara berkala dan bila ditemukan masih ada yang belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya maka rumah sakit wajib melakukan perbaikan serta peningkatan sesuai dengan rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut. Peraturan dan perundang- undangan juga mengatur perlunya izin untuk bangunan atau fasilitas tertentu dan izin tersebut harus diperbaharui secara berkala.

Berdasar atas hal tersebut di atas maka rumah sakit perlu merencanakan dan menyediakan anggaran/budget untuk perbaikan, penggantian, peningkatan, dan perizinan sehingga bangunan, properti, fasilitas, serta komponen-komponen lainnya di rumah sakit dapat memenuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya.

Mengingat setiap ada kontruksi maka renovasi dan demolisi harus dilakukan asesmen risiko prakontruksi (PCRA) yang harus juga diikuti dengan rencana/pelaksanaan pengurangan risiko dampak keselamatan serta. keamanan bagi pasien, keluarga, pengunjung, dan staf. 

Hal ini berdampak memerlukan biaya maka rumah sakit juga perlu menyediakan anggaran untuk penerapan PCRA (Pra Contruction Risk Assessment) dan ICRA (Infection Control Risk Assessment).

Elemen Penilaian MFK 4.2
  1. Rumah sakit menyediakan anggaran untuk memenuhi peraturan perundang- undangan yang terkait dengan fasilitas rumah sakit. (D,W)
  2. Rumah sakit menyediakan anggaran untuk meningkatkan, memperbaiki, atau mengganti sistem, bangunan, atau komponen yang diperlukan agar fasilitas tetap dapat beroperasi secara aman dan efektif. (D,O,W)
  3. Rumah sakit menyediakan anggaran untuk penerapan PCRA dan ICRA bila ada renovasi, kontruksi, dan pembongkaran. (D,W)

BAHAN BERBAHAYA

Standar MFK 5
Rumah sakit memiliki regulasi inventarisasi, penanganan, penyimpanan dan penggunaan, serta pengendalian/pengawasan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Rumah sakit mengidentifikasi dan mengendalikan secara aman bahan berbahaya dan beracun dan limbahnya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

WHO telah mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan katagori sebagai berikut:
1) infeksius;
2) patologis dan anatomi;
3) farmasi;
4) bahan kimia;
5) logam berat;
6) kontainer bertekanan;
7) benda tajam;
8) genotoksik/sitotoksik;
9) radioaktif.

Dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi B3 serta limbahnya di rumah sakit agar mengacu kepada katagori B3 dan limbahnya dari WHO ini.

Rumah sakit diharapkan melakukan identifikasi area/unit mana saja yang menyimpan B3 serta limbahnya.

Sesudah itu, menginventarisasi meliputi lokasi, jenis, dan jumlah B3 serta limbahnya disimpan. Daftar inventarisasi ini selalu mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat penyimpanan.

Rumah sakit perlu mempunyai regulasi yang mengatur
a) data inventarisasi B3 serta limbahnya yang meliputi jenis, jumlah, dan lokasi;
b) penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 serta limbahnya;
c) penggunaan alat pelindung diri (APD) dan prosedur penggunaan, prosedur bila terjadi tumpahan, atau paparan/pajanan;
d) pemberian label/rambu-rambu yang tepat pada B3 serta limbahnya;
e) pelaporan dan investigasi dari tumpahan, eksposur (terpapar), dan insiden lainnya;
f) dokumentasi, termasuk izin, lisensi, atau persyaratan peraturan lainnya;
g) pengadaan/pembelian B3 dan pemasok (supplier) wajib melampirkan MSDS/LDP.

Mengingat informasi mengenai penanganan, penyimpanan, dan penggunaan B3 termasuk data fisik seperti titik didih, titik nyala, dan sejenisnya tercantum di dalam “Material Safety Data Sheet (MSDS)” atau Lembar Data Pengaman (LDP) maka rumah sakit agar membuat regulasi bahwa setiap pembelian/pengadaan B3, supplier wajib melampirkan MSDS atau LDP.

Informasi yang tercantum di MSDS/LDP agar diedukasi kepada staf rumah sakit, terutama kepada staf terdapat penyimpanan B3 di unitnya.

Elemen Penilaian MFK 5
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi yang mengatur B3 serta limbahnya sesuai dengan katagori WHO dan peraturan perundang-undangan, meliputi butir 1 sampai dengan 7 uraian diatas  (R)
  2. Rumah sakit mempunyai daftar B3 serta limbahnya lengkap dan terbaru sesuai dengan kategori WHO dan peraturan perundang-undangan meliputi jenis, lokasi, dan jumlah semua bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya. (D,O,W)
  3. Ada bukti bahwa untuk pengadaan/pembelian B3 dan pemasok (supplier) sudah melampirkan MSDS. (D,O,W)
  4. Petugas telah menggunakan APD yang benar pada waktu menangani (handling) B3 serta limbahnya dan di area tertentu juga sudah ada eye washer. (O,W)
  5. B3 serta limbahnya sudah diberi label/rambu-rambu sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.  (O,W)
  6. Ada laporan dan analisis tumpahan, paparan/pajanan (exposure), dan insiden lainnya. (D,W)
  7. Ada bukti dokumentasi persyaratan yang meliputi izin, lisensi, atau ketentuan persyaratan lainnya. (D,W)

Standar MFK 5.1
Rumah sakit mempunyai sistem penyimpanan dan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun cair dan padat yang benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Penyimpanan limbah B3 dapat dilakukan secara baik dan benar apabila limbah B3 telah dilakukan pemilahan yang baik dan benar, termasuk memasukkan limbah B3 ke dalam wadah atau kemasan yang sesuai serta dilekati simbol dan label limbah B3.

Untuk penyimpanan limbah B-3 maka rumah sakit agar memenuhi persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B-3 sebagai berikut:
1) lantai kedap (impermeable), berlantai beton atau semen dengan sistem drainase yang baik, serta mudah dibersihkan dan dilakukan desinfeksi;
2) tersedia sumber air atau kran air untuk pembersihan yang dilengkapi dengan
sabun cair;
3) mudah diakses untuk penyimpanan limbah;
4) dapat dikunci untuk menghindari akses oleh pihak yang tidak berkepentingan;
5) mudah diakses oleh kendaraan yang akan mengumpulkan atau mengangkut limbah;
6) terlindungi dari sinar matahari, hujan, angin kencang, banjir, dan faktor lain yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau bencana kerja;
7) tidak dapat diakses oleh hewan, serangga, dan burung;
8) dilengkapi dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik serta memadai;
9) berjarak jauh dari tempat penyimpanan atau penyiapan makanan; 10)peralatan  pembersihan, alat pelindung diri/APD (antara  lain  masker,  sarung tangan, penutup kepala, goggle, sepatu boot, serta pakaian pelindung) dan wadah atau kantong limbah harus diletakkan sedekat-dekatnya dengan lokasi fasilitas penyimpanan;
11)dinding, lantai, dan juga langit-langit fasilitas penyimpanan senantiasa dalam keadaan bersih termasuk pembersihan lantai setiap hari.

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. Dalam pelaksanaannya, pengolahan limbah B3 dari fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan pengolahan secara termal atau nontermal.

Untuk limbah berwujud cair dapat dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Tujuan pengolahan limbah medis adalah mengubah karakteristik biologis dan/atau kimia limbah sehingga potensi bahayanya terhadap manusia berkurang atau tidak ada.

Bila rumah sakit mengolah limbah B-3 sendiri maka wajib mempunyai izin mengolah limbah B-3. Namun, bila pengolahan B-3 dilaksanakan oleh pihak ketiga maka pihak ketiga tersebut wajib mempunyai izin sebagai transporter B-3 dan izin pengolah B-3. Pengangkut/transporter dan pengolah limbah B3 dapat dilakukan oleh institusi yang berbeda.

Elemen Penilaian MFK 5.1
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi untuk penyimpanan dan pengolahan limbah B3 secara benar dan aman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.  (R)
  2. Penyimpanan limbah B3 sudah mempunyai izin TPS B3 yang masih berlaku dan sesuai dengan perundang-undangan. (D,O,W)
  3. Rumah sakit sudah mempunyai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan izin yang masih berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (D,O,W)
  4. Rumah sakit mempunyai Instalasi Pengolah B3 dengan izin yang masih berlaku atau melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dengan izin sebagai transporter dan pengolah B3 yang masih berlaku sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (D,O,W)


KESIAPAN PENANGGULANGAN BENCANA

Standar MFK 6
Rumah sakit mengembangkan dan memelihara program manajemen disaster untuk menanggapi keadaan disaster serta bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi terjadi dimasyarakat.

Situasi darurat yang terjadi di masyarakat, kejadian epidemi, atau bencana alam akan melibatkan rumah sakit seperti gempa bumi yang menghancurkan area rawat inap pasien atau ada epidemi flu yang akan menghalangi staf masuk kerja.

Penyusunan program harus dimulai dengan identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi di daerah rumah sakit berada dan dampaknya terhadap rumah sakit. Contohnya, angin topan (hurricane) atau tsunami kemungkinan akan terjadi di daerah dekat laut dan tidak terjadi di daerah yang jauh dari laut. Kerusakan fasilitas atau korban masal sebaliknya dapat terjadi di rumah sakit manapun.

Melakukan identifikasi dampak bencana sama pentingnya dengan mencatat jenis bencana yang terjadi. Sebagai contoh, kemungkinan dampak yang dapat terjadi pada air dan tenaga listrik jika terjadi bencana alam seperti gempa bumi.

Mungkinkah gempa bumi akan menghambat anggota staf untuk merespons bencana hanya karena jalan terhalang atau keluarga mereka menjadi koban gempa bumi? Dalam situasi demikian, mungkin akan terjadi konflik kepentingan dengan keharusan merespons kejadian bencana di rumah sakit.

Rumah sakit juga harus mengetahui peranan staf ini di masyarakat. Sebagai contoh, sumber daya apa yang perlu disediakan rumah sakit untuk masyarakat dalam situasi bencana dan metode komunikasi apa yang harus dipakai di masyarakat?

Untuk merespons secara efektif maka rumah sakit perlu menyusun program manajemen disaster tersebut.

Program tersebut menyediakan proses untuk
a) menentukan jenis yang kemungkinan terjadi dan konsekuensi bahaya, ancaman, dan kejadian;
b) menentukan integritas struktural di ingkungan pelayanan pasien yang ada dan bagaimana bila terjadi bencana;
c) menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian tersebut;
d) menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian;
e) mengelola sumber daya selama kejadian termasuk sumber-sumber alternatif;
f) mengelola kegiatan klinis selama kejadian termasuk tempat pelayanan alternatif pada waktu kejadian;
g) mengidentifikasi dan penetapan peran serta tanggung jawab staf selama kejadian; dan
h) proses mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung jawab pribadi staf dan tanggung jawab rumah sakit untuk tetap menyediakan pelayanan pasien.

Dalam keadaan darurat, bencana, dan krisis lainnya maka masyarakat harus dapat melindungi kehidupan dan kesejahteraan penduduk yang terkena dampaknya terutama dalam hitungan menit dan jam segera setelah dampak atau keterpaparan tersebut.

Kemampuan pelayanan kesehatan untuk berfungsi tanpa gangguan dalam situasi ini adalah masalah antara hidup dan mati. Kelanjutan fungsi layanan kesehatan bergantung pada sejumlah faktor kunci, yaitu bahwa layanan ditempatkan di struktur (seperti rumah sakit atau fasilitas) yang dapat menahan paparan dan kekuatan dari semua jenis bahaya; peralatan medis dalam keadaan baik dan terlindung dari kerusakan; infrastruktur masyarakat dan layanan penting (seperti air, listrik, dll.) tersedia bagi layanan kesehatan; dan petugas kesehatan dapat memberikan bantuan medis dalam situasi aman saat mereka sangat dibutuhkan.

Mendefinisikan istilah "rumah sakit yang aman" akan membantu memberikan panduan pendekatan untuk menilai keamanan rumah sakit. Rumah sakit yang aman adalah rumah sakit yang fasilitas layanannya tetap dapat diakses dan berfungsi pada kapasitas maksimum, serta dengan infrastruktur yang sama, sebelum, selama, dan segera setelah dampak keadaan darurat dan bencana.

Fungsi rumah sakit yang terus berlanjut bergantung pada berbagai faktor termasuk keamanan bangunan, sistem dan peralatan pentingnya, ketersediaan persediaan, serta kapasitas penanganan darurat dan bencana di rumah sakit terutama tanggapan dan pemulihan dari bahaya atau kejadian yang mungkin terjadi.

Unsur kunci pengembangan menuju rumah sakit yang aman adalah pengembangan dan penerapan indeks keamanan rumah sakit (hospital safety index)-alat diagnostik cepat serta murah untuk menilai kemungkinan bahwa rumah sakit akan tetap beroperasi dalam keadaan darurat dan bencana. Evaluasi tersebut menghasilkan informasi yang berguna mengenai kekuatan dan kelemahan rumah sakit serta akan menunjukkan tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kapasitas manajemen dan keamanan kerja dalam keadaan darurat serta bencana di rumah sakit.

Untuk mengukur kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadap bencana maka rumah sakit agar melakukan self assessment dengan menggunakan instrument hospital safety index dari WHO tersebut. Dengan melakukan self assessment tersebut maka rumah sakit diharapkan dapat mengetahui kekurangan yang harus dipenuhi untuk menghadapi bencana.

Untuk menyiapkan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dalam menghadapi bencana ekternal maka di Instalasi Gawat Darurat perlu ada ruang dekontaminasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1) ruangan ini ditempatkan di sisi depan/luar ruang gawat darurat atau terpisah dengan ruang gawat darurat;
2) pintu masuk menggunakan jenis pintu swing membuka ke arah dalam dan dilengkapi dengan alat penutup pintu automatis;
3) bahan penutup pintu harus dapat mengantisipasi benturan-benturan brankar;
4) bahan penutup lantai tidak licin dan tahan terhadap air;
5) konstruksi dinding tahan terhadap air sampai dengan ketinggian 120 cm dari permukaan lantai;
6) ruangan dilengkapi dengan sink dan pancuran air (shower).

Elemen Penilaian MFK 6
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi manajemen disaster meliputi butir 1 sampai dengan 8 pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Rumah sakit mengidentifikasi bencana internal dan eksternal yang besar seperti keadaan darurat di masyarakat, wabah dan bencana alam atau bencana lainnya, serta kejadian wabah besar yang dapat menyebabkan risiko yang signifikan. (D,W)
  3. Rumah sakit telah melakukan self assessment kesiapan menghadapi bencana dengan menggunakan hospital safety index dari WHO. (D,W)
  4. Instalasi gawat darurat telah mempunyai ruang dekontaminasi sesuai dengan butir 1 sampai dengan 6 pada maksud dan tujuan. (D,O,W)

Standar MFK 6.1
Rumah sakit melakukan simulasi penanganan/menanggapi kedaruratan, wabah, dan bencana.

Program kesiapan menghadapi bencana diujicoba/disimulasikan:
1. melakukan simulasi tahunan secara menyeluruh di tingkat internal rumah sakit atau sebagai bagian dari simulasi di tingkat masyarakat;
2. simulasi terhadap unsur-unsur kritis rencana program dari butir 3 hingga 8 yang dilaksanakan setiap tahun.

Jika rumah sakit menghadapi kejadian bencana yang sebenarnya dan rumah sakit menjalankan program tersebut serta melakukan diskusi (debriefing) setelah kejadian maka situasi tersebut dapat mewakili atau setara dengan simulasi tahunan.

Elemen Penilaian MFK 6.1
  1. Seluruh program atau setidaknya elemen-elemen kritis program dari butir 3 sampai dengan 8 pada maksud dan tujuan MFK 6 disimulasikan setiap tahun. (D,W)
  2. Pada akhir setiap simulasi dilakukan diskusi (debriefing) mengenai simulasi tersebut serta dibuat laporan dan tindak lanjut. (D,W)
  3. Peserta simulasi adalah semua pegawai/staf rumah sakit, pegawai kontrak, dan pegawai dari tenant/penyewa lahan. (D,W)


PROTEKSI KEBAKARAN (FIRE SAFETY) 

Standar MFK.7
Rumah sakit merencanakan dan menerapkan suatu program untuk pencegahan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan keluar yang aman dari fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya.

Rumah sakit harus waspada terhadap keselamatan kebakaran karena kebakaran adalah risiko yang selalu dapat terjadi di rumah sakit. Dengan demikian, setiap rumah sakit perlu merencanakan bagaimana agar penghuni rumah sakit aman apabila terjadi kebakaran termasuk bahaya dari asap. Rumah sakit perlu melakukan asesmen terus menerus untuk memenuhi regulasi keamanan kebakaran sehingga secara efektif dapat mengidentifikasi risiko dan meminimalkan risiko.

Asesmen risiko meliputi
a) tekanan dan risiko lainnya di kamar operasi;
b) sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi pengendalian api dan asap;
c) daerah berbahaya (dan ruang di atas langit-langit di seluruh area) seperti kamar linen kotor, tempat pengumpulan sampah, dan ruang penyimpanan oksigen;
d) sarana jalan keluar/exit;
e) dapur yang berproduksi dan peralatan masak;
f) laundry dan linen;
g) sistem tenaga listrik darurat dan peralatan;
h) gas medis dan komponen sistem vakum.

Berdasar atas hasil asesmen risiko rumah sakit agar menyusun program untuk
1) pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko seperti penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah terbakar secara aman, termasuk gas-gas medis yang mudah terbakar seperti oksigen;
2) penanganan bahaya yang terkait dengan konstruksi apapun di atau yang berdekatan dengan bangunan yang ditempati pasien;
3) penyediaan jalan keluar yang aman dan tidak terhalangi apabila terjadi kebakaran;
4) penyediaan sistem peringatan dini, deteksi dini seperti detektor asap, alarm kebakaran, dan patroli kebakaran (fire patrols); dan
5) penyediaan mekanisme pemadaman api seperti selang air, bahan kimia pemadam api (chemical suppressants), atau sistem sprinkler.

Penggabungan tindakan-tindakan tersebut saat terjadi kebakaran atau asap akan membantu memberi waktu yang memadai bagi pasien, keluarga pasien, staf, dan pengunjung untuk keluar dengan selamat dari fasilitas. Tindakan-tindakan tersebut harus efektif tanpa memandang usia, ukuran, maupun bentuk bangunan fasilitas. Sebagai contoh, rumah sakit kecil bertingkat satu dari batu bata akan menggunakan metode berbeda dari rumah sakit besar bertingkat banyak yang terbuat dari kayu.

Elemen Penilaian MFK 7
  1. Rumah sakit mempunyai program proteksi kebakaran (fire safety) yang memastikan bahwa semua penghuni rumah sakit selamat dari bahaya api, asap, atau keadaan darurat nonkebakaran lainnya meliputi butir 1 sampai dengan 5 yang ada pada uraian diatas. (R)
  2. Rumah sakit telah melakukan asesmen risiko kebakaran yang tertulis termasuk saat terdapat proyek pembangunan di dalam atau berdekatan dengan fasilitas rumah sakit meliputi butir 1 sampai dengan 8 pada uraian diatas. (D,W)
  3. Rumah sakit telah menindaklanjuti hasil asesmen risiko kebakaran. (D,O,W)
  4. Rumah sakit mempunyai sistem deteksi dini (smoke detector dan heat detector) dan alarm kebakaran sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (O,W)
  5. Rumah sakit mempunyai sistem kebakaran aktif yang meliputi sprinkle, APAR, hidran, dan pompa kebakaran sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (O,W)
  6. Rumah sakit mempunyai jalur evakuasi yang aman dan bebas hambatan bila terjadi kebakaran serta kedaruratan bukan kebakaran. (O,W)

Standar MFK 7.1
Rumah sakit menguji secara berkala rencana proteksi kebakaran dan asap termasuk semua alat yang terkait dengan deteksi dini dan pemadaman serta mendokumentasikan hasil ujinya.

Program proteksi kebakaran (fire safety) rumah sakit mengidentifikasi:
  1. frekuensi dilakukan inspeksi, pengujian, serta pemeliharaan sistem pencegahan dan keselamatan kebakaran secara konsisten sesuai dengan persyaratan;
  2. program evakuasi yang aman jika terjadi kebakaran atau asap;
  3. proses pengujian setiap bagian dari program dalam setiap kurun waktu 12 bulan;
  4. edukasi yang diperlukan bagi staf untuk melindungi dan mengevakuasi pasien secara efektif jika terjadi keadaan darurat.
  5. partisipasi anggota staf dalam ujicoba/simulasi penanganan kebakaran minimal sekali tiap tahunnya.
Pengujian program dapat dicapai dengan beberapa metode. Sebagai contoh, rumah sakit dapat menugaskan ‘komandan regu pemadam kebakaran’ untuk setiap unit yang kemudian menanyakan secara acak kepada staf apa yang akan mereka lakukan bila terjadi kebakaran di unit mereka.

Kepada staf dapat diberikan pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti
  • Di mana letak katup penutup aliran oksigen?
  • Jika harus menutup katup oksigen, bagaimana Anda merawat pasien yang membutuhkan oksigen?
  • Di mana letak alat pemadam api di unit Anda?
  • Bagaimana melaporkan kebakaran?
  • Bagaimana melindungi pasien jika terjadi kebakaran? Bila perlu mengevakuasi pasien, proses apa yang harus diikuti?
Staf harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan tepat. Jika tidak, hal ini harus didokumentasikan dan rencana untuk pendidikan ulang perlu disusun. “Komandan Regu penanggulangan pemadam kebakaran” harus memiliki catatan orang-orang yang berpartisipasi.

Salah satu bagian dari pengujian program juga dapat berupa ujian tertulis untuk staf mengenai penanganan kebakaran yang dilakukan oleh rumah sakit. Semua inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan didokumentasikan.

Elemen Penilaian MFK 7.1
  1. Semua staf mengikuti latihan penanggulangan kebakaran minimal 1 (satu) kali dalam setahun. . (D,W)
  2. Staf dapat memperagakan bagaimana cara membawa pasien ke tempat aman dan demonstrasikan bagaimana cara menyelamatkan pasien. (S,W)
  3. Sistem dan peralatan pemadam kebakaran diperiksa, diujicoba, dan dipelihara sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan didokumentasikan. (D,W)


Standar MFK 7.2
Rumah sakit adalah kawasan tanpa rokok dan asap rokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rumah sakit adalah kawasan tanpa rokok dan asap rokok, karena itu direktur rumah sakit agar membuat regulasi larangan merokok di rumah sakit termasuk larangan menjual rokok di rumah sakit.

Larangan merokok penting dilaksanakan di rumah sakit karena rumah sakit merupakan daerah yang berisiko terjadi kebakaran dan banyak bahan yang mudah terbakar di rumah sakit (misalnya gas oksigen).

Regulasi larangan merokok tidak hanya untuk staf rumah sakit, tetapi juga untuk pasien, keluarga, dan pengunjung. Rumah sakit secara berkala perlu melakukan monitoring pelaksanaan larangan merokok di lingkungan rumah sakit.

Elemen Penilaian MFK 7.2
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok dan asap rokok, serta larangan merokok bagi pasien, keluarga, pengunjung, dan staf termasuk larangan menjual rokok di lingkungan rumah sakit. (R)
  2. Regulasi larangan merokok telah dilaksanakan dan dievaluasi. (D,O,W)


PERALATAN MEDIS

Standar MFK 8
Rumah sakit merencanakan dan mengimplementasikan program untuk pemeriksaan, uji coba, serta pemeliharaan peralatan medis dan mendokumentasikan hasilnya.

Untuk menjamin peralatan medis dapat digunakan dan layak pakai maka rumah sakit perlu melakukan
a) melakukan inventarisasi peralatan medis yang meliputi peralatan medis yang dimilik oleh rumah sakit dan peralatan medis kerja sama operasional (KSO) milik pihak ketiga;
b) melakukan pemeriksaan peralatan medis sesuai dengan penggunaan dan ketentuan pabrik;
c) melaksanakan pemeliharaan preventif dan kalibrasi.

Staf yang kompeten melaksanakan kegiatan ini. Peralatan diperiksa dan diuji fungsi sejak masih baru dan seterusnya sesuai umur, penggunaan peralatan tersebut, atau sesuai dengan ketentuan pabrik. Pemeriksaan, hasil uji fungsi, dan setiap kali tindakan pemeliharaan didokumentasikan.

Hal ini membantu memastikan kelangsungan proses pemeliharaan dan juga membantu bila menyusun rencana biaya untuk penggantian, perbaikan, peningkatan (upgrade), dan perubahan lain.

Rumah sakit mempunyai proses identifikasi, penarikan dan pengembalian, atau pemusnahan produk dan peralatan medis yang ditarik kembali oleh pabrik atau pemasok. Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur penggunaan setiap produk atau peralatan yang ditarik kembali (under recall).

Elemen Penilaian MFK 8
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi pengelolaan peralatan medis yang digunakan di rumah sakit yang meliputi butir 1 sampai dengan 4 yang ada pada maksud dan tujuan.  (R)
  2. Ada daftar inventaris dan identifikasi risiko untuk seluruh peralatan medis yang digunakan di rumah sakit.  (D,W)
  3. Ada bukti peralatan medis diperiksa secara teratur(D,O,W)
  4. Peralatan medis diuji fungsi sejak baru dan sesuai dengan umur, penggunaan, dan rekomendasi pabrik . (D,W)
  5. Ada program pemeliharaan preventif dan kalibrasi. (D,O,W)
  6. Staf yang kompeten melaksanakan kegiatan ini. (D,W)

Standar MFK 8.1
Rumah sakit memiliki sistem untuk memantau dan bertindak bila ada pemberitahuan peralatan medis yang berbahaya, re-call, laporan insiden, masalah, dan kegagalan.

Rumah sakit mencari informasi terkait dengan peralatan medis yang telah di-re-call dari sumber-sumber tepercaya. Rumah sakit memiliki sebuah sistem yang diterapkan untuk pemantauan dan pengambilan tindakan terhadap pemberitahuan mengenai peralatan medis yang berbahaya, re-call (cacat produksi), laporan insiden, masalah, dan kegagalan yang dikirimkan oleh produsen, pemasok atau agen yang mengatur. Re-call adalah penarikan kembali oleh produsen karena ada cacat.

Sejumlah negara mempersyaratkan pelaporan perlatan medis yang mengakibatkan kematian, cedera serius, atau penyakit. Rumah sakit harus mengidentifikasi dan mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dalam hal pelaporan insiden peralatan medis.

Program pengelolaan peralatan medis membahas penggunaan semua peralatan medis yang sudah dilaporkan memiliki masalah atau kegagalan, atau alat dalam kondisi bahaya bila digunakan, atau dalam proses penarikan.

Elemen Penilaian MFK 8.1
  1. Rumah sakit mempunyai sistem pemantauan dan bertindak terhadap pemberitahuan mengenai peralatan medis yang berbahaya, recall/penarikan kembali, laporan insiden, masalah, dan kegagalan pada peralatan medis. (R)
  2. Rumah sakit membahas pemberitahuan peralatan medis yang berbahaya, alat medis dalam penarikan (under recall), laporan insiden, serta masalah dan kegagalan pada peralatan medis. (D,W)
  3. Rumah sakit telah melaporkan seluruh insiden keselamatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bila terjadi kematian, cedera serius, atau penyakit yang disebabkan oleh peralatan medis. (D,W)


SISTEM UTILITAS (SISTEM PENUNJANG)

Standar MFK 9
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan program untuk memastikan semua sistem utilitas (sistem pendukung) berfungsi efisien dan efektif yang meliputi pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.

Definisi utilitas adalah sistem dan peralatan untuk mendukung layanan penting bagi keselamatan pasien. Sistem utilitas sering disebut sistem penunjang. Sistem ini mencakup jaringan listrik, air, ventilasi dan aliran udara, gas medik, perpipaan, uap panas, limbah, serta sistem komunikasi dan data.

Sistem utilitas yang berfungsi efektif di semua tempat di rumah sakit menciptakan lingkungan asuhan pasien yang baik. Untuk memenuhi kebutuhan pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan staf maka sistem utilitas harus dapat berfungsi efisien.

Asuhan pasien rutin dan darurat berjalan selama 24 jam terus menerus, setiap hari, dalam waktu 7 hari dalam seminggu. Jadi, kesinambungan fungsi utilitas merupakan hal esensial untuk memenuhi kebutuhan pasien. Termasuk listrik dan air harus tersedia selama 24 jam terus menerus, setiap hari, dalam waktu 7 hari dalam seminggu.

Manajemen utilitas yang baik dapat menghasilkan sistem utilitas berjalan efektif dan mengurangi potensi risiko yang timbul. Sebagai contoh, kontaminasi berasal dari sampah di daerah persiapan makanan, kurangnya ventilasi di laboratorium klinik, tabung oksigen yang disimpan tidak terjaga dengan baik, kabel listrik bergelantungan, serta dapat menimbulkan bahaya.

Untuk menghindari kejadian ini maka rumah sakit harus melakukan pemeriksaan berkala, pemeliharan preventif, dan pemeliharan lainnya. Sewaktu pengujian perhatian ditujukan pada komponen kritikal sistem (contoh, sakelar, relay/penyambung, dll.).

Karena itu, rumah sakit perlu regulasi pengelolaan sistem utilitas yang sekurang- kurangnya meliputi
a) ketersediaan air dan listrik 24 jam setiap hari dan dalam waktu tujuh hari dalam seminggu secara terus menerus;
b) membuat daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitas, memetakan pendistribusiannya, dan melakukan update secara berkala;
c) pemeriksaan, pemeliharaan, serta perbaikan semua komponen utilitas yang ada di daftar inventaris;
d) jadwal pemeriksaan, testing, dan pemeliharaan semua sistem utilitas berdasar atas kriteria seperti rekomendasi dari pabrik, tingkat risiko, dan pengalaman rumah sakit;
e) pelabelan pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu pemadaman darurat secara keseluruhan atau sebagian.

Elemen Penilaian MFK 9
  1. Rumah sakit mempunyai sistem pemantauan dan bertindak terhadap pemberitahuan mengenai peralatan medis yang berbahaya, recall/penarikan kembali, laporan insiden, masalah, dan kegagalan pada peralatan medis. (R)
  2. Rumah sakit membahas pemberitahuan peralatan medis yang berbahaya, alat medis dalam penarikan (under recall), laporan insiden, serta masalah dan kegagalan pada peralatan medis. (D,W)
  3. Rumah sakit telah melaporkan seluruh insiden keselamatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan apabila terjadi kematian, cedera serius, atau penyakit yang disebabkan oleh peralatan medis. (D,W)


Standar MFK 9.1
Dilakukan pemeriksaan, pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.

Rumah sakit harus mempunyai daftar inventaris lengkap sistem utilitas dan menentukan komponen yang berdampak pada bantuan hidup, pengendalian infeksi, pendukung lingkungan, dan komunikasi. Program menajemen utilitas menetapkan pemeliharaan utilitas untuk memastikan utilitas pokok/penting seperti air, listrik, sampah, ventilasi, gas medik, lift agar dijaga, diperiksa berkala, dipelihara, dan diperbaiki.

Elemen Penilaian MFK 9.1
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi inventarisasi, pemeliharaan, dan inspeksi dengan kriteria yang ditentukan untuk sistem utilitas penting yang dilakukan secara berkala. (R)
  2. Rumah sakit mempunyai daftar sistem utilitas di rumah sakit dan daftar sistem utilitas penting. (D,W)
  3. Sistem utilitas dan komponen telah diinspeksi secara teratur/berdasar atas kriteria yang disusun rumah sakit. (D,O)
  4. Sistem utilitas dan komponen diuji secara teratur berdasar atas kriteria yang sudah ditetapkan. (D,W)
  5. Sistem utilitas dan komponen dipelihara berdasar atas kriteria yang sudah ditetapkan. (D,O)
  6. Sistem utilitas dan komponen diperbaiki bila diperlukan. (D,O)

Standar MFK 9.2
Sistem utilitas rumah sakit menjamin tersedianya air bersih dan listrik sepanjang waktu serta menyediakan sumber alternatif persediaan air dan tenaga listrik jika terjadi terputusnya sistem, kontaminasi, atau kegagalan.

Pelayanan pasien dilakukan selama 24 jam terus menerus, setiap hari dalam seminggu di rumah sakit. Rumah sakit mempunyai kebutuhan sistem utilitas yang berbeda-beda bergantung pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan sumber daya.

Walaupun begitu, pasokan sumber air bersih dan listrik terus menerus sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pasien. Rumah sakit harus melindungi pasien dan staf dalam keadaan darurat seperti jika terjadi kegagalan sistem, pemutusan, dan kontaminasi.

Sistem tenaga listrik darurat dibutuhkan oleh semua rumah sakit yang ingin memberikan asuhan kepada pasien tanpa putus dalam keadaan darurat. Sistem darurat ini memberikan cukup tenaga listrik untuk mempertahankan fungsi yang esensial dalam keadaan darurat dan juga menurunkan risiko terkait terjadi kegagalan.

Tenaga listrik cadangan dan darurat harus dites sesuai dengan rencana yang dapat membuktikan beban tenaga listrik memang seperti yang dibutuhkan. Perbaikan dilakukan jika dibutuhkan seperti menambah kapasitas listrik di area dengan peralatan baru.

Mutu air dapat berubah mendadak karena banyak sebab, tetapi sebagian besar karena terjadi di luar rumah sakit seperti ada kebocoran di jalur suplai ke rumah sakit. Jika terjadi suplai air ke rumah sakit terputus maka persediaan air bersih darurat harus tersedia segera.

Untuk mempersiapkan diri terhadap keadaan darurat seperti ini, rumah sakit agar mempunyai regulasi yang antara lain meliputi
a) mengidentifikasi peralatan, sistem, serta area yang memiliki risiko paling tinggi terhadap pasien dan staf (sebagai contoh, rumah sakit mengidentifikasi area yang membutuhkan penerangan, pendinginan (lemari es), bantuan hidup/ventilator, serta air bersih untuk membersihkan dan sterilisasi alat);
b) menyediakan air bersih dan listrik 24 jam setiap hari dan 7 hari seminggu;
c) menguji ketersediaan serta kehandalan sumber tenaga listrik dan air bersih darurat/pengganti/back-up;
d) mendokumentasikan hasil-hasil pengujian;
e) memastikan bahwa pengujian sumber alternatif air bersih dan listrik dilakukan setidaknya setiap 6 bulan atau lebih sering jika dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan di daerah, rekomendasi produsen, atau kondisi sumber listrik dan air.

Kondisi sumber listrik dan air yang mungkin dapat meningkatkan frekuensi pengujian mencakup
  • perbaikan sistem air bersih yang terjadi berulang-ulang;
  • sumber air bersih sering terkontaminasi;
  • jaringan listrik yang tidak dapat diandalkan
  • pemadaman listrik yang tidak terduga dan berulang-ulang.

Elemen Penilaian MFK 9.2
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem utilitas yang meliputi butir 1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. (R)
  2. Air bersih harus tersedia selama 24 jam setiap hari, 7 hari dalam seminggu. (O,W)
  3. Listrik tersedia 24 jam setiap hari, 7 hari dalam seminggu. (O,W)
  4. Rumah sakit mengidentifikasi area dan pelayanan yang berisiko paling tinggi bila terjadi kegagalan listrik atau air bersih terkontaminasi atau terganggu. (D,W)
  5. Rumah sakit berupaya mengurangi risiko bila hal itu terjadi (tata kelola risiko). (D,W)
  6. Rumah sakit mempunyai sumber listrik dan air bersih alternatif dalam keadaan emergensi. (D,W,O)

Standar MFK 9.2.1
Rumah sakit melakukan uji coba/uji beban sumber listrik dan sumber air alternatif.

Rumah sakit melakukan asesmen risiko dan meminimalisasi risiko kegagalan sistem utilitas di area-area tersebut.

Rumah sakit merencanakan tenaga listrik darurat (dengan menyiapkan genset) dan penyediaan sumber air bersih darurat untuk area-area yang membutuhkan.

Untuk memastikan kapasitas beban yang dapat dicapai oleh unit genset apakah benar-benar mampu mencapai beban tertinggi maka pada waktu pembelian unit genset, dilakukan Test Loading dengan menggunakan alat yang bernama Dummy Load.

Selain itu, rumah sakit melaksanakan uji coba sumber listrik alternatif sekurangnya 6 bulan sekali atau lebih sering bila diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau oleh kondisi sumber listrik.

Jika sistem listrik darurat membutuhkan sumber bahan bakar maka jumlah tempat penyimpanan bahan bakar perlu dipertimbangkan. Rumah sakit dapat menentukan jumlah bahan bakar yang disimpan, kecuali ada ketentuan lain dari pihak berwenang.

Elemen Penilaian MFK 9.2.1
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi uji coba sumber air bersih dan listrik alternatif sekurangnya 6 bulan sekali atau lebih sering bila diharuskan oleh peraturan perundang-undanganan yang berlaku atau oleh kondisi sumber air. (R)
  2. Rumah sakit mendokumentasi hasil uji coba sumber air bersih alternatif tersebut. (D,W)
  3. Rumah sakit mendokumentasi hasil uji sumber listrik alternatif tersebut. (D,W)
  4. Rumah sakit mempunyai tempat dan jumlah bahan bakar untuk sumber listrik alternatif yang mencukupi. (O,W)

Standar MFK 9.3
Rumah sakit melakukan pemeriksaan air bersih dan air limbah secara berkala sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Mutu air rentan terhadap perobahan yang mendadak, termasuk perobahan di luar kontrol rumah sakit. Mutu air juga kritikal di dalam proses asuhan klinik seperti pada dialisis ginjal. Jadi, rumah sakit menetapkan proses monitor mutu air termasuk tes (pemeriksaan) biologik air yang dipakai untuk dialisis ginjal. Tindakan dilakukan jika mutu air ditemukan tidak aman.

Monitor dilakukan paling sedikit 3 bulan sekali atau lebih cepat mengikuti peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan pengalaman yang lalu dengan masalah mutu air.

Monitor dapat dilakukan oleh perorangan yang ditetapkan rumah sakit seperti staf dari laboratorium klinik, atau oleh dinas kesehatan, atau pemeriksa air pemerintah di luar rumah sakit yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan seperti itu.

Apakah diperiksa oleh staf rumah sakit atau oleh otoritas di luar rumah sakit maka tanggung jawab rumah sakit adalah memastikan pemeriksaan (tes) dilakukan lengkap dan tercatat dalam dokumen.

Karena itu, rumah sakit perlu mempunyai regulasi sekurang-kurangnya meliputi
a) pelaksanaan monitoring mutu air bersih paling sedikit satu tahun sekali. Untuk pemeriksaan kimia minimal setiap 6 bulan atau lebih sering bergantung pada ketentuan peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan pengalaman sebelumnya dengan masalah mutu air. Hasil pemeriksaan didokumentasikan;
b) pemeriksaan air limbah dilakukan setiap 3 bulan atau lebih sering bergantung pada peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan hasil pemeriksaan air terakhir bermasalah. Hasil pemeriksaan didokumentasikan;
c) pemeriksaan mutu air yang digunakan untuk dialisis ginjal setiap bulan untuk menilai pertumbuhan bakteri dan endotoksin. Pemeriksaan tahunan untuk menilai kontaminasi zat kimia. Hasil pemeriksaan didokumentasikan.
d) melakukan monitoring hasil pemeriksaan air dan perbaikan bila diperlukan.

Elemen Penilaian MFK 9.3
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi sekurang-kurangnya meliputi butir 1 sampai dengan 4 pada uraian diatas. (R)
  2. Rumah sakit telah melakukan monitoring mutu air sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terdokumentasi. (D,W)
  3. Rumah sakit telah melakukan pemeriksaan air limbah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terdokumentasi. (D,W)
  4. Rumah sakit telah melakukan pemeriksaan mutu air yang digunakan untuk dialisis ginjal yang meliputi pertumbuhan bakteri dan endotoksin serta kontaminasi zat kimia sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terdokumentasi. (D,W)
  5. Rumah sakit telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan mutu air yang bermasalah dan didokumentasikan. (D,W)

MONITORING PROGRAM MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

Standar MFK 10
Rumah sakit mengumpulkan data dari setiap program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan untuk mendukung rencana mengganti atau meningkatkan fungsi (upgrade) teknologi medik.

Monitoring program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan melalui pengumpulan data dan analisisnya memberikan informasi yang dapat membantu rumah sakit mencegah masalah, menurunkan risiko, membuat keputusan sistem perbaikannya, serta membuat rencana untuk meningkatkan fungsi (upgrade) teknologi medik, peralatan, dan sistem utilitas.

Persyaratan monitor untuk program manajemen fasilitas dikoordinasikan dengan persyaratan yang dijelaskan di Standar TKRS11.

Data hasil monitoring dicatat di dokumen dan laporan setiap 3 bulan disampaikan kepada direktur rumah sakit.

Elemen Penilaian MFK 10
  1. Rumah sakit mempunyai regulasi sistem pelaporan data insiden/kejadian/ kecelakaan setiap program manajemen risiko fasilitas. (R)
  2. Ada laporan data insiden/kejadian/kecelakaan setiap program manajemen risiko fasilitas dan sudah dianalisis. (D,W)
  3. Hasil analisis sudah ditindaklanjuti dengan mengganti atau meningkatkan fungsi (upgrade) teknologi medis, peralatan, sistem, dan menurunkan risiko di lingkungan. (D,W,O)
  4. Seorang atau lebih individu yang ditunjuk mengawasi pelaksanaan program manajemen risiko fasilitas telah membuat laporan kepada direktur rumah sakit setiap 3 bulan. (lihat juga MFK 3). (D,W)

PENDIDIKAN STAF

Standar MFK 11
Rumah sakit menyelenggarakan edukasi, pelatihan, serta tes (ujian) bagi semua staf tentang peranan mereka dalam menyediakan fasilitas yang aman dan efektif.

Staf rumah sakit merupakan sumber kontak utama dengan pasien, keluarga pasien, dan pengunjung. Dengan demikian, mereka perlu dibekali edukasi dan dilatih untuk menjalankan peran mereka dalam mengidentifikasi serta mengurangi risiko, melindungi orang lain dan diri mereka sendiri, serta menciptakan fasilitas yang aman dan terlindung.

Elemen Penilaian MFK 11
  1. Rumah sakit mempunyai program pelatihan manajemen fasilitas dan keselamatan. (R)
  2. Edukasi diadakan setiap tahun mengenai setiap komponen dari program manajemen fasilitas dan keselamatan untuk menjamin semua staf dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan efektif.  (D,W)
  3. Edukasi diikuti oleh pengunjung, suplier, pekerja kontrak, dan lain-lain sesuai dengan regulasi rumah sakit. (D,W)
  4. Pengetahuan staf dites dan disimulasikan sesuai dengan peran mereka dalam setiap program manajamen fasilitas. Kegiatan pelatihan dan hasil pelatihan setiap staf didokumentasikan. (D,W)

Standar MFK 11.1
Staf dilatih dan diberi pengetahuan peranan mereka dalam program rumah sakit untuk proteksi kebakaran, keamanan, dan penanggulangan bencana.

Setiap rumah sakit harus memutuskan sendiri jenis dan tingkat pelatihan bagi stafnya, kemudian melaksanakannya melalui program pendidikan dan pelatihan.

Program dapat memuat misalnya diskusi kelompok, mencetak materi, orientasi bagi staf baru, atau bentuk lainnya untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit.

Program juga memuat proses dan prosedur pelaporan tentang risiko potensial, pelaporan insiden dan kecelakaan, serta penanganan bahan/barang berbahaya yang merupakan risiko pada dirinya sendiri dan lainnya.

Elemen Penilaian MFK 11.1
  1. Staf dapat menjelaskan dan/atau memperagakan peran mereka dalam menghadapi kebakaran. (W,S)
  2. Staf dapat menjelaskan dan/atau memperagakan tindakan untuk menghilangkan, mengurangi/meminimalisir, atau melaporkan keselamatan, keamanan, dan risiko lainnya. (W,S)
  3. Staf dapat menjelaskan dan/atau memperagakan tindakan, kewaspadaan, prosedur dan partisipasi dalam penyimpanan, penanganan dan pembuangan gas medis serta limbah B3. (W,S)
  4. Staf dapat menjelaskan dan/atau memperagakan prosedur dan peran mereka dalam penanganan kedaruratan serta bencana internal atau eksternal (community). (W,S)

Standar MFK 11.2
Staf dilatih untuk menjalankan dan memelihara peralatan medis dan sistem utilitas.

Staf yang bertanggung jawab menjalankan atau memelihara peralatan medik menerima pelatihan secara khusus. Pelatih dapat berasal dari rumah sakit, produsen teknologi, atau tenaga ahli sebagai narasumber pelatihan.

Rumah sakit membuat program dengan cara melakukan tes secara berkala pada staf tentang pengetahuannya soal prosedur darurat, proteksi kebakaran, respons terhadap B3 termasuk tumpahan bahan tersebut dan penggunaan teknologi medik berisiko terhadap pasien serta staf.

Pengetahuan yang dimiliki peserta tes dapat dilakukan dengan beragai cara seperti demonstrasi kelompok atau individual dan simulasi kejadian seperti kalau ada epidemi di masyarakat. Tes tertulis atau lewat komputer, serta mendokumentasikan peserta dan hasil tes.

Elemen Penilaian MFK 11.2
  1. Staf diberi pelatihan untuk menjalankan peralatan medis sesuai dengan uraian tugas dan dilakukan tes secara berkala. (D,W,S)
  2. Staf diberi pelatihan untuk menjalankan sistem utilitas sesuai dengan uraian tugas dan dilakukan tes secara berkala. (D,W,S)
  3. Staf diberi pelatihan untuk memelihara peralatan medis sesuai dengan uraian tugas dan dilakukan tes secara berkala. (D,W,S)
  4. Staf diberi pelatihan untuk memelihara sistem utilitas sesuai dengan uraian tugas dan dilakukan tes secara berkala.
Akhir Kata__________
Demikian yang menjadi standar-standar dalam Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) beserta maksud, tujaan serta elemen yang menjadi penilaian dalam akreditasi.

Sebelumnya:
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 11 : Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 10 : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi(PPI)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 9 : Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 8 : Managemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 7 : Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 6 : Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 5 : Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 4 : Asesmen Pasien (AP)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 3 : Hak Pasien dan Kelatda (HPK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 2 : Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 1 : Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

Selanjutnya: 
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 13 : Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 14 : Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 15 : Program Nasional
➧ Elemen Penilaian Akreditasi 16 : Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
close